"Jika tidak dibayar setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta benda milik terdakwa dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harga harta dan harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 8 tahun," kata penuntut umum.
Begitu juga dengan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT dituntut selama 8 tahun penjara dengan denda Rp750 juta atau kurungan 6 bulan penjara.
Sementara itu, Suwito Gunawan alias Awi selaku pemilik PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) dituntut 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Adapun uang pengganti dibebankan kepada Awi sebesar Rp2,2 triliun.
"Dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta benda milik terdakwa dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 8 tahun," terangnya.
Kemudian, Direktur PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), Robert Indarto dituntut 14 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar. Penuntut umum menuntut Rober Indarto membayar uang pengganti sebesar Rp1,9 triliun.
"Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang. Jika tidak tidak mencukupi, maka diganti dengan penjara selama 8 tahun," kata penuntut umum.
Untuk terdakwa Rosalina, General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) periode 2017-2020, dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Pada persidangan lainnya, terdakwa Tamron alias Aon dituntut selama 14 tahun penjara. Kemudian, terdakwa Kwan Yung alias Buyung dituntut 8 tahun penjara, terdakwa Hasan Tjhie selama 8 tahun penjara, dan terdakwa Achmad Albani selama 8 tahun penjara.
Dalam kasus dugaan korupsi tambang Timah ini, Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin mengadakan pertemuan dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Alwin Albar, dan 27 pemilik smelter swasta untuk membahas permintaan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Alwin Albar atas biji timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smalter swasta tesebut karena biji timah yang diekspor oleh smalter swasta itu merupakan hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah tbk.
"Hal itu dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin, Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin," kata penuntut umum.
Setelah itu, Harvey Moeis meminta CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Statindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa melakukan pembayaran pengamanan kepada terdakwa sebesar 500-750 dolar AS per ton yang seolah-olah dicatat sebagai Corporate Social Responsibility (CRS) yang dikelola Harvey Moeis atas nama PT Refined Bangka Tin.
"Juga menginisiasi kerjasama sewa alat procesing untuk pengelogaman timah smalter swasta yang tidak memiliki competent person (CP) antara lain CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Statindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa dengan PT Timah tbk," terang penuntut umum.