POSKOTA.CO.ID - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar mengatakan, dirinya secara rutin memantau isu tren obat beredar, salah satunya jenis tramadol yang tidak sesuai ketentuan dan rawan disalahgunakan.
Ia juga mengidentifikasi celah kejahatan maupun modus-modus baru yang mungkin berkembang.
Menurutnya, tramadol bisa diperoleh di fasilitas pelayanan kefarmasian seperti apotek. Namun, untuk memperolehnya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Fasilitas pelayanan kefarmasian ini mendapatkan obat atau melakukan pengadaan obat melalui distributor obat, yaitu Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang telah terdaftar dan memperoleh sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).
"Peredaran tramadol banyak ditemukan saat ini baik di pertokoan dengan kedok toko kosmetik, maupun di marketplace," tuturnya.
Berdasarkan hasil sampling, hasil pengujian, serta berdasarkan hasil penindakan yang telah dilakukan oleh petugas BPOM baik di pusat maupun unit pelaksana teknis (UPT), hampir dapat dipastikan bahwa tramadol yang berada di toko biasa atau toko daring bukan merupakan produk legal.
"Produk ini mengandung kadar tramadol di atas 150 persen dan untuk jenis tramadol yang beredar di toko atau marketplace tersebut juga termasuk ilegal karena telah dibatalkan izin edarnya pada periode tahun 2015-2017," ujarnya.
BPOM juga melakukan penggalangan dan sosialisasi dengan para pemangku kepentingan, seperti Perkumpulan Perusahaan Pemeriksa Keamanan Kargo dan Pos Indonesia (PAPPKINDO), Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (ASPERINDO), Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), dan Asosiasi Logistik dan Forwarder (ALFI), untuk melakukan skrining dan pengawasan terhadap barang kiriman yang diduga berisi obat dan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif (NAPPZA).
Di samping itu, dalam upaya pencegahan peredaran dan distribusi produk tramadol ilegal di masyarakat, BPOM melakukan analisis potensi dan pemetaan kerawanan kasus kejahatan terkait dengan peredaran Obat-Obat Tertentu (OOT), termasuk tramadol.
Analisis tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi dan menganalisis wilayah yang memiliki kerawanan tertinggi, modus kejahatan yang digunakan serta faktor lain yang berpengaruh terhadap adanya fenomena tersebut.
"Selanjutnya, BPOM memberikan rekomendasi kepada unit pelaksana teknis (UPT) BPOM di seluruh Indonesia ataupun di unit kerja pusat yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar pengambilan kebijakan pengawasan peredaran obat dan NAPPZA," ujar Ikrar.
Ia menambahkan, BPOM bekerja sama dengan lintas sektoral dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran obat di masyarakat sebagaimana yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2018.
Dengan demikian, maka dapat terjalin pola pengawasan yang komprehensif, baik dari sisi produk dan penerapan standar pelayanan kefarmasian sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku serta juga dari sisi tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan pelayanan kefarmasian.
Sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya penyalahgunaan obat, BPOM juga secara berkesinambungan melakukan edukasi kepada masyarakat, terutama para generasi muda, mengerti akan penggunaan obat yang baik dan benar sesuai indikasi.
"Untuk mengantisipasi adanya peredaran OOT yang tidak sesuai dengan peraturan tersebut, BPOM juga melakukan intensifikasi pengawasan dan penindakan serta melakukan edukasi kepada masyarakat ataupun stakeholder berkaitan dengan bahaya penyalahgunaan obat," katanya.
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.