Ketua DPRD DKI Tak Setuju Wacana Retribusi Kantin Sekolah

Selasa 26 Nov 2024, 20:47 WIB
Ketua DPRD DKI Jakarta, Khoirudin. (Poskota/Pandi Ramedhan)

Ketua DPRD DKI Jakarta, Khoirudin. (Poskota/Pandi Ramedhan)

POSKOTA.CO.ID - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Khoirudin buka suara soal wacana pedagang kantin di sekolah yang dikenakan pajak atau biaya retribusi.

Khoirudin menolak wacana yang diusulkan Komisi C DPRD DKI Jakarta soal pedagang kantin yang bakal dikenakan retribusi tersebut.

"Ya DPRD tidak menyetujui. Saya selaku ketua dewan ya walaupun kita belum bahas, secara kelembagaan belum bahas, tapi secara anggota dewan saya kurang setuju wacana yang disampaikan oleh pak Sutikno dari fraksi PKB," kata Khoirudin saat ditemui di DPRD DKI Jakarta, Senin, 25 November 2024.

Khoirudin sebetulnya mengapresiasi inisiasi yang dilontarkan Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta, Sutikno soal pedagang kantin di sekolah yang dikenakan retribusi.

Hanya saja, politisi dari fraksi PKS ini tidak sepakat soal wacana tersebut. Sebab ia menilai wacana tersebut justru malah membebani rakyat kecil.

"Pada hakikatnya seluruh pajak itu membenani rakyat, seluruh retribusi itu membebani rakyat. Ya negara yang sejahtera negara yang menghilangkan pajak, tapi kan gak mungkin juga," kata dia.

Namun pemerintah bisa saja mendapatkan pendapatan dari sektor lain, bukan malah mau mendapatkan pendapatan yang justru malah dinilai akan membebani pedagang yang mayoritas masyarakat kecil.

"Pemerintah kan bisa mendapatkan pendatapan dari sisi yang lain, dari kebijakan, dari aset daerah, dari bisnis, tetap pemerintah punya otoritas pembuat aturan. Bikin aja aturan menang dalam bisnis, menang dalam segala macam, itu bisa. Jangan pajaknya dinaikkan atau bikin pajak baru, masyarakat ini sudah susah hidupnya," ucapnya.

Di sisi lain, Khoirudin berujar jika wacana penarikan retribusi kepada pedagang kantin di sekolah juga dinilai kurang tepat jika dilaksanakan dalam waktu dekat.

"Gak tepat waktunya, dan memang sensitif masalah ini. Ya saya hargai pendapatnya pak Sutikno, mungkin dalam perspektif penambahan PAD gitu ya, tapi memang disisi lain ini menjadi beban rakyat," tuturnya.

Menurut Khoirudin, pemerintah bisa mendapatkan pendapatan dengan memanfaatkan aset milik daerah yang mencapai Rp700 triliun.

"Ya bisa dikerjasamakan, bisa dimanfaatkan, atau aset yang tanah kosong bisa dikerjasamakan gitu ya, dapat penghasilan. Atau Pemda sendiri yang melakukan pemanfaatan, bisa," jelasnya.

"Kedua, BUMD kita, kan BUMD kita ada 23, belum anak perusahannya begitu besar, diberikan kebijakan diberikan suntikan modal dari APBD melalui PMD, mestinya kan bisa memberikan keuntungan yang besar. Itu masih bisa, jangan dulu alternarif yang diambil yang bisa membebani rakyat," tambah Khoirudin.

Tanggapan Komisi C

Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta, Sutikno meralat ucapannya soal wacana pedagang kantin sekolah yang bakal dikenakan retribusi.

Ia menegaskan bahwa pernyataannya bertujuan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan kantin sekolah negeri, bukan untuk menyudutkan pihak manapun.

"Yang saya maksud adalah perlunya kejelasan terkait mekanisme pengelolaan kantin khusus untuk sekolah negeri," kata Sutikno dalam keterangan tertulis, Kamis, 22 November 2024.

Dia mengklaim, masalah ini muncul dari temuan dirinya ketika kunjungan kerja ke beberapa sekolah negeri di Jakarta.

Dari informasi pedagang kantin dan pihak sekolah, kata dia, bahwasanya kantin di sekolah negeri itu disewakan kisaran 4 jt-5 jt untuk satu kantin per tahun.

"Jika memang pihak sekolah yang mengkomersialkan kantin, pertanyaan kita sederhana, aliran dananya kemana? Ini yang harus diperjelas agar tidak terjadi penyelewengan," tuturnya.

Menurutnya, harus ada payung hukum yang jelas untuk mengatur tata kelola kantin khusus untuk sekolah negeri.

Hal ini untuk memastikan bahwa segala aktivitas yang berkaitan dengan kantin, baik itu berbayar maupun gratis, dilakukan sesuai aturan dan bermanfaat bagi semua pihak. 

"Kalau memang ada aturan yang menyatakan kantin sekolah itu gratis, kami sepenuhnya mendukung," ucap Sutikno.

"Namun, jika kantin itu berbayar atau disewakan dari pihak sekolah maka kita juga harus mengetahui secara jelas bagaimana pengelolaan dana tersebut, apakah digunakan untuk kebutuhan sekolah atau tujuan lain untuk retribusi meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) sehingga bisa dapat dipertanggung jawabkan," tambahnya.

Sutikno juga mengajak semua pihak, termasuk sekolah, dinas pendidikan dan pemerintah daerah, untuk bekerja sama dalam merumuskan regulasi atau payung hukum yang jelas dan transparan terkait pengelolaan kantin sekolah negeri.

Ia berharap, dengan adanya kejelasan regulasi dan payung hukum tersebut pihak sekolah dapat menjadikan pedoman dalam pengelolaan kantin sekolah negeri, sehingga tidak ada aturan yang ditabrak oleh pihak sekolah.

"Kita tidak ingin ada pihak-pihak yang dirugikan, terutama anak-anak kita yang sedang menuntut ilmu. Jadi, mari kita selesaikan persoalan ini dengan dialog dan solusi yang konstruktif," pungkasnya.

Dikeluhkan Pedagang

Pedagang kantin di sekolah tidak setuju soal adanya wacana penerapan retribusi yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.

Salah satu pedagang kantin di SMP Negeri 191 Jakarta Barat, Aan (53), menilai, wacana retribusi tersebut akan memberatkan pedagang kantin.

"Berat, gak bisa. Lah ini aja kita udah bayar per bulan, Rp850.000 per bulan. Kalau pajak gitu berat, pendapatannya aja berapa? Pendapatan istilahnya gak sesuai lah," kata Aan saat ditemui Poskota, Jumat, 22 November 2024.

Apalagi, lanjut dia, sekarang ini daya beli masyarakat juga tengah menurun. Ditambah harga kebutuhan pokok yang masih melambung tinggi menjadi dasar Aan keberatan dengan wacana tersebut.

"Dulu kan pasar murah sembako murah, kalau sekarangkan sembako naiknya bukan main. Anak-anak tau sendiri naikin seribu gak ada yang beli. Es buah aja saya naikin jadi Rp5 ribu berat," katanya.

"Kayak buah, dulu belanja di pasar sekilo dapat Rp5 ribu, sekarang Rp12.000-15.000. Jualnya ke anak-anak paling pol itu ya Rp4.000-5.000," sambung Aan.

Apalagi, Aan mengakui semenjak adanya program makan bergizi gratis, pendapatannya di kantin menurun.

Menurutnya, jika nantinya program makan bergizi gratis sudah mulai berjalan konsisten, Aan berujar bakalan semakin sulit mendapat pemasukan.

"Wah tambah berat lagi, tadi aja kan ada makan bersama, ini aja gorengan makanan istilahnya jualannya gak dapat apa-apa, ya dapat tapi gak sesuai lah kayak yang biasa. Tiap sebulan sekali kan dapat makan anak-anak itu," tuturnya.

Kondisi ini membuat Aan bingung, apalagi jika dirinya harus menaikkan harga dagangannya yang disebut bakal memberatkan siswa-siswi di sekolah.

"Ini aja saya jual gorengan masih 1.000, ada yang 2.000 tergantung jenisnya. Di kantin sekolah lain gorengab udah 2.000, coba aja cek kalau gak percaya," tukasnya. 

Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari. 

News Update