“Masa sekarang dengan segala kelebihan dan kekurangan sebagai pijakan untuk masa mendatang menuju Indonesia yang lebih baik lagi. Lebih tangguh, terhormat dan bermartabat.”
-Harmoko-
Masa transisi pemerintahan tinggal sepekan lagi. Jika dihitung maju, tinggal enam hari lagi, tepatnya pada Minggu kliwon, 20 Oktober 2024, akan terbentuk pemerintahan baru.
Diawali dengan pelantikan Prabowo Subianto sebagai presiden dan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden periode 2024-2029. Berlanjut dengan pembentukan kabinet.
Dengan pelantikan dan pembentukan kabinet ini menandai legalitas tongkat estafet kepemimpinan nasional berpindah dari Jokowi – Ma’ruf Amin kepada Prabowo – Gibran.
Di pekan terakhir masa transisi ini, isu yang kerap mencuat adalah seputar postur kabinet baru berikut tantangan yang dihadapi, selain beragam catatan penting yang disampaikan sejumlah pihak atas kinerja pemerintahan yang sekarang dan harapan kepada pemerintahan yang baru.
Bagaimana kinerja pemerintahan sekarang sering dibahas dan dikupas dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya.
Survei tentang indeks kepuasan publik pun acap dilakukan. Hasilnya pun sama-sama kita tahu sebagaimana hasil survei yang telah dipublikasikan.
Bahwa mencuat sejumlah catatan mengenai berbagai kekurangan, itu pun bagian aspirasi yang patut disikapi.
Apa pun bentuk kritik, saran dan masukan yang diberikan wajib diterima dengan legowo. Kadang, kritik yang disampaikan dinilai berlebihan atau kurang didukung data dan fakta, tetap sikapilah dengan bijak.
Kritik itu sejatinya pengawal jiwa kita. Orang memberikan kritik, saran dan masukan karena adanya kepedulian untuk perbaikan.
Karenanya siapa pun memimpin negeri ini tak perlu alergi terhadap kritik.Bahkan, hendaknya kita bangga atas adanya kritikan sebagai tanda kita telah berbuat sesuatu untuk
rakyat.
Kritik mencuat karena kita telah berbuat, tanpa berbuat sesuatu, tentu tak akan datang kritikan. Bahwa yang telah diperbuat belum sepenuhnya sesuai harapan rakyat, itulah dinamika. Tetapi setidaknya telah berbuat untuk rakyat.
Begitu juga yang dilakukan oleh pemimpin negeri di era kapanpun, termasuk yang sekarang ini, telah berbuat untuk mensejahterakan rakyat, memajukan bangsa dan negara.
Capaian-capaian positif perlu dilanjutkan. Yang belum tercapai harus dievaluasi, diperbaiki dan disempurnakan. Yang baik dikembangkan, yang buruk ditinggalkan.
Itulah landasan bagi pemerintahan mendatang agar bisa lari cepat menuju visi Indonesia Emas.
Tentu, pemerintah tidak bisa jalan sendirian, tetapi perlu dukungan parlemen, dan semua pemangku kepentingan lainnya, tak terkecuali masyarakat luas, saling bersinergi untuk kelancaran transisi dan keberhasilan program-program pemerintahan mendatang.
Tentu, program yang pro-rakyat, bukan yang merugikan dan mengorbankan kepentingan rakyat.
Menjadi kewajiban kita bersama untuk mengawal pemerintahan mendatang agar program yang digulirkan tidak melenceng dari cita-cita bersama, mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Kebijakan yang diterapkan bertujuan memberi keuntungan banyak pihak, bukan keuntungan sepihak, lebih-lebih hanya sekelompok kerabat.
Mengawal dalam artian mendukung kelancaran, mengawasi dan mengevaluasi perlu dilakukan sejak awal, sebelum program digulirkan.
Maknanya publik perlu mengawal kelancaran masa transisi yang tinggal sepekan lagi hingga pelantikan presiden terpilih dan terbentuk pemerintahan baru.
Estafet kepemimpinan nasional periode lima tahun sekali adalah keniscayaan legalitas yang perlu disikapi secara bijak dan bertanggung jawab.
Estafet kepemimpinan adalah proses ketatanegaraan yang wajib kita hargai dan junjung tinggi, sebagaimana diamanatkan dalam hukum dasar negeri kita.
Taat asas dan legalitas dengan menempatkan kepentingan bangsa dan negara, di atas kepentingan pribadi, kelompok, organisasi dan parpol.
Mari kita akhiri masa transisi dengan penuh percaya diri bahwa hari esok akan lebih baik lagi. Ciptaan suasana sejuk dan damai menyongsong masa depan yang gemilang.
Masa sekarang dengan segala kelebihan dan kekurangan sebagai pijakan untuk masa mendatang menuju Indonesia yang lebih baik lagi. Lebih tangguh, terhormat dan bermartabat, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Pepatah mengatakan “Jaman iku owah gingsir” – ruang, waktu, serta zaman akan selalu dinamis dan berubah. Semoga perubahan yang terjadi menjadi lebih baik lagi. (Azisoko).
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.