Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekian lama menghilang bak ditelan bumi. Kini muncul ke publik, untuk memberikan klarifikasi terkait kasus heboh dan viral dugaan gratifikasi jet pribadi.
Kaesang didampingi beberapa orang, yakni Jubir Francine Widjojo, Kuasa Hukum Nasrullah, dan Wakil Menteri ATR/BPN sekaligus Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni menyambangi gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (17/9/2024).
Kedatangan Ketum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu untuk memberikan klarifikasi terkait kasus dugaan gratifikasi pesawat jet pribadi. Di lembaga antirasuah itu Kaesang menyampaikan bahwa naik pesawat jet pribadi ke Amerika Serikat (AS) pada Agustus lalu hanya ‘nebeng’ teman.
Mungkin pembaca masih ingat, keterangan Kaesang berbeda dengan keterangan menteri Presiden Jokowi, yakni Menkominfo Budi Arie Setiadi. Budi Arie seolah pasang badan membela Kaesang.
Ketika itu Budi Arie menyampaikan bahwa istri Kaesang tengah mengandung dengan usia kehamilan delapan bulan sehingga tidak diperbolehkan menaiki pesawat umum. Sontak saja di media sosial ramai dan viral. Warganet menyayangkan komentar Menkominfo Budi Arie yang mengurusi masalah tersebut.
Sementara politikus PSI, yang juga merupakan Staf Khusus Presiden, Grace Natalie, ketika itu mengklaim tidak tahu keberadaan Kaesang. Padahal saat itu Kaesang tengah dicari-cari KPK.
Nah, lucunya, ketika itu, Rabu (4/9/2024), Eksponen Aktivis 98 melaporkan ke Polda Metro Jaya terkait kasus orang hilang, orang yang dimaksud adalah Kaesang Pangarep.
Dalam kasus ini, lantas apakah Kaesang bisa ditindak secara pidana. Merujuk Pasal 12B ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, bentuk gratifikasi bisa berupa pemberian uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan wisata, fasilitas, serta pengobatan cuma-cuma.
Dan, jika terbukti menikmati gratifikasi, hukumannya 4-20 tahun penjara dan denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar. Adapun gratifikasi tak mesti diterima oleh pejabat negara.
Pasalnya, keluarga dan kerabat yang menikmatinya bisa menjerat para pejabat negara yang terbukti menerima fasilitas. Sebab, delik hukum dalam gratifikasi adalah perdagangan pengaruh dari pejabat negara tersebut yang dinikmati oleh pemberi gratifikasi.
Di sini, KPK harus adil dan tegas tanpa pandang bulu untuk memberikan hukuman kepada siapa pun jika memang terbukti bersalah. Ingat, publik tengah menunggu kinerja KPK. (*)