Hati-hati! Ini Risiko Hukum Galbay Pinjol, Jangan Anggap Remeh

Minggu 15 Sep 2024, 23:18 WIB
Galbay pinjol ternyata memiliki risiko hukum, jadi jangan anggap remeh. (Freepik)

Galbay pinjol ternyata memiliki risiko hukum, jadi jangan anggap remeh. (Freepik)

POSKOTA.CO.ID – Situasi gagal bayar atau galbay pada pinjaman online (pinjol) bisa dialami oleh siapa saja. 

Saat mengajukan pinjaman, sudah semestinya para debitur memahami kewajiban yang mesti dipenuhi, risiko, besaran cicilan, dan lainnya agar terhindari dari risiko galbay.

Lalu, apakah galbay dari pinjol memiliki risiko hukum? Dilansir dari laman hukumonline.com, galbay pinjol memiliki risiko hukum.

Pertama perlu dipahami bahwa pinjaman online (pinjol) yang legal harus tetap dibayar. Ini terkait dengan tanggung jawab debitur untuk memenuhi kewajibannya kepada kreditur. 

Pada dasarnya, hubungan utang-piutang diatur dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menyatakan bahwa pinjam pakai habis adalah perjanjian di mana pihak pertama menyerahkan sejumlah barang kepada pihak kedua, dengan syarat pihak kedua harus mengembalikan barang yang sama dalam jumlah dan keadaan serupa.

Jika debitur gagal membayar, atau disebut wanprestasi, pinjol akan melakukan penagihan, paling tidak dengan memberikan surat peringatan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati dalam perjanjian.

Apa Saja Risiko Hukum Jika Pinjol Tidak Dibayar?

1. Bunga dan Denda yang Semakin Membengkak

Ketika debitur gagal melunasi pinjaman tepat waktu, denda dan bunga tambahan biasanya diberlakukan. 

Meskipun penyelenggara pinjol legal dilarang menerapkan praktik predatory lending (pemberian pinjaman dengan syarat yang tidak wajar), tetap ada bunga dan denda keterlambatan yang dihitung per hari. 

Berdasarkan SE OJK 19/2023, batas maksimum bunga untuk pinjaman produktif dan konsumtif telah ditetapkan, dengan bunga maksimum untuk pinjaman konsumtif jangka pendek adalah 0,3% per hari mulai Januari 2024, yang kemudian akan turun menjadi 0,1% per hari pada 2026.

Sebagai contoh, jika pada Februari 2024 seseorang meminjam Rp1 juta dengan tenor 30 hari, maka total bunganya adalah Rp90 ribu (0,3% x Rp1 juta x 30 hari). Selain itu, denda keterlambatan juga dikenakan dengan persentase tertentu sesuai jenis pinjaman.

2. Penagihan oleh Debt Collector

Jika utang tidak dilunasi, debitur akan menghadapi penagihan dari pihak ketiga, yaitu debt collector. 

Namun, penagihan ini harus sesuai dengan ketentuan hukum, seperti bekerja sama dengan perusahaan yang berbadan hukum dan memiliki sertifikasi dari OJK. 

Penagihan juga harus dilakukan dengan cara yang sesuai norma dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan.

3. Skor Kredit Buruk di SLIK OJK

Debitur yang gagal membayar pinjaman juga akan tercatat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK dengan kualitas kredit yang buruk. 

Catatan ini dapat dilihat oleh lembaga jasa keuangan atau bank lain, dan akan memengaruhi penilaian mereka jika debitur ingin mengajukan pinjaman baru, atau dalam proses seleksi kerja, proyek, dan keperluan lainnya. 

Informasi ini digunakan untuk mengidentifikasi kualitas kredit debitur, apakah dalam kondisi lancar, kurang lancar, atau macet.

Jika debitur tercatat dengan kualitas kredit yang buruk, hal ini akan berdampak negatif pada kemungkinan mendapatkan pinjaman atau layanan keuangan lainnya di masa mendatang. 

Untuk memeriksa skor kredit, debitur dapat mengakses informasi melalui SLIK OJK.

Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari. 

Berita Terkait

News Update