Pemilih muda dikenal kritis dan realistis. Kritis dalam menyikapi visi dan misi calon kepala daerah (cakada), dan realistis dalam menilai janji-janji yang disampaikan.
“ Memang harus begitu. Jangan terbujuk janji manis nan menggiurkan,” kata Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi, usai maksi di warteg Ayu Bahari.
“ Ya namanya janji harus menggiurkan, kalau enggak siapa yang mau melirik. Ingat saat kalian pedekate dulu, janjinya akan menjadikan sebagai ratu kelak,” kata Yudi.
“Semua janji pasti indah dan mempesona. Saat pacaran dulu, janjinya bikin tersanjung dan melambung. Akan dibelikan rumah mewah, segala macam perhiasan indah, mobil bagus,” kata mas Bro.
“ Nyatanya sekarang dipenuhi nggak. Benar rumahnya mewah, tapi bukan sekelas Pondok Indah melainkan mepet sawah, apalagi mobil, yang ada butut ,’ kata Heri.
‘Semua pasti ingin menepati janji, tetapi kalau uangnya nggak ada, gimana coba,” jawab mas Bro.
“ Itu pula janji politik ketika ditagih pakai alasan anggaran belum ada. Alasan klasik. Makanya kalau bikin janji jangan muluk- muluk” ujar Heri.
‘Pemilih muda bersama teman- temannya akan tertawa jika ada calon kepala daerah yang suka umbar janji, apalagi nggak masuk akal,” kata mas Bro.
“Sekarang ini para kandidat lagi rajin turun ke bawah, menebar janji, bagaimana menurut kalian?,” tanya Yudi.
“Kita cermati janjinya masuk akal nggak, kalau cuma mengada - ada agar mendapat perhatian, abaikan saja,” kata Heri.
“Tapi namanya calon pejabat harus menjanjikan sesuatu kepada masyarakat. Apa yang akan diperbuat kelak untuk kemajuan rakyat,” kata Yudi.
“Janji itu ibarat jualan politik, sah sah saja, tapi hendaknya jual barang yang baik, sangat bermanfaat bagi masyarakat “ urai Heri.
“ Betul. Jangan jual barang yang aneh aneh, sudah sulit mendapatkannya, rakyat pun tidak membutuhkannya buat apa,” kata mas Bro.
“Bikin program yang praktis dan realistis,” tambah Heri. (Joko Lestari).