POSKOTA.CO.ID - Liu Asak, salah seorang penambang timah mengaku dapat berpenghasilan sekitar Rp450 juta per bulan selama bekerja di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk di Bangka Belitung.
Hal itu disampaikan Liu Asak saat menjadi saksi terdakwa Harvey Moeis sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) yang terjerat dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah tbk hingga merugikan negara senilai Rp300 triliun.
"Kalau cuacanya bagus, dalam satu hari pak, kami bisa menambang 200 kilogram. Kalau di rupiahkan, sekitar Rp15 juta per hari," kata saksi di sidang Pengadilan Negeri (PN) Tipikor, Jakarta Pusat yang dipimpin hakim Eko Ariyanto pada Senin, 9 September 2024.
"Satu bulan berapa pendapat saudara itu," tanya Jaksa Penutut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada saksi. "Ya, bisa setengah miliar," jawab Liu Asak dengan senyum.
Saksi mengaku sebagai penambang liar. Menurut Liu Asak, dirinya mesti berteman dan bergaul di lokasi tambang.
"Saya termasuk penambang liar pak," lanjutnya. "Kita nyari nafkah pak. Yang penting kita berteman atau kawan. Di mana yang banyak kandungannya, di situ diserang," ujarnya.
Tentang proses penambangan timah oleh penambang liar, terang Liu, pihaknya lebih dahulu melakukan cek lokasi.
"Setelah ada kandungannya, lalu kita bor seperti bor air pak," terangnya.
Ia menyebutkan, hasil tambang dijual ke PT Timah dan dikirim ke CV Teman Jaya.
"Kalau masuk di IUP PT Timah kita ajukan permohonan SPK baru kita tambang," terangnya.
Sementara jika hasil tambang ingin terjual cepat, maka ditawarkan kepada smalter swasta dengan jual putus.
"Sebab, pembeli banyak pak. Kalau kita jual ke PT Timah harus melalui prosedur pak. Kita musti loby, kering, tonasenya juga harus," tuturnya.
Namun demikian, lanjut Liu, perorangan juga bisa menjual ke PT Timah.
"Bisa pak. Ditampung dari mitra bisa," ujarnya.
Terkait PT RBT, ia mengaku familiar. Bahkan ia pernah menjual hasil tambangnya melalui kaki tangan bernama Wendri.
"Pembeli liar ini banyak sekali, pak. Hasil kita dijemput, ya selesai," ucapnya.
Dalam kasus ini, JPU Kejagung mendakwa Harvey Moeis dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Hal itu terkait dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah tbk yang mengakibatkan kerugian negara hingga mencapai Rp300 triliun.
Suami Sandra Dewi itu dituduh menerima biaya pengamanan dari perusahaan 4 smalter, yaitu PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Statindo Inti Perkasa, dan CV Venus Inti Perkasa melalui Helena.
Ia bersama-sama memperkaya diri sendiri dan pihak lain, di antaranya Amir Syahbana Rp325 juta, Suparta Rp4,5 triliun, Tamron Rp3,6 triliun, Robert Indarto Rp1,9 triliun, Suwito Gunawan alias Awi Rp2,2 triliun, Hendry Lie Rp1 triliun, memperkaya 375 mitra jasa pertambangan hingga Rp10 triliun, CV Indo Metal Asia dan CV Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKM) Rp4,1 triliun, Emil Ermindra Rp986 miliar.
"Memperkaya Harvey Moeis dan Helena Rp420 miliar, Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp300 triliun," kata JPU beberapa waktu lalu.
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.