Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung akan menunda sementara waktu penanganan kasus kepada calon kepala daerah (cakada) yang diduga tersangkut masalah hukum.
Penanganan kasus dilanjutkan usai gelaran pilkada serentak.
Namun, bagi cakada yang sudah menjadi tersangka sebelum pendaftaran, proses hukum terus berlanjut. Bagi KPK, penanganan kasus yang ditunda sementara diberlakukan kepada cakada yang belum ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
“Jadi proses politik jalan terus, ikut kontestasi pilkada, proses hukum sementara dihentikan hingga selesai seluruh tahapan pilkada ,” kata Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.
“Ini bagian dari menghargai hak setiap warga negara ikut pilkada. Ini untuk mencegah jangan sampai di tengah tahapan pilkada, seorang calon kepala daerah ditetapkan menjadi tersangka,” kata Yudi.
“Apalagi saat diumumkan, yang bersangkutan lagi kampanye, bisa repot ya,” tambah Heri.
“Tidak itu saja, jika penanganan kasus bersamaan dengan tahapan pilkada, bisa dijadikan black campaign, padahal belum tentu cakada yang bersangkutan bersalah, misalnya baru didengar keterangannya sebagai saksi atau sebatas klarifikasi,” kata mas Bro.
“Iya kasihan juga. lagi berusaha meraih dukungan suara, hancur gara – gara isu tersangkut dengan masalah hukum,” ujar Heri.
“Tetapi bukankah lebih hancur lagi, kalau cakada sudah menang pilkada, usai pelantikan menjadi tersangka. Sudah ongkos politiknya tinggi, eh begitu terpilih menjadi tersangka,” kata Yudi.
“Semua ada baik buruknya. Kalau penanganan kasus tidak ditunda selama tahapan pilkada, akan muncul penilaian kasus hukum dijadikan alat politik menyerang calon tertentu. Tidak objektif lah dan sebagainya,” kata mas Bro.
“Sebaliknya proses hukum yang berlanjut, misalnya kepada calon yang terpilih akan menuai beragam tafsir,” kata Heri.
“Boleh jadi akan menimbulkan kegaduhan karena menuai protes dari para pendukungnya,” kata mas Bro.
“Ada sisi positif dan negatifnya, tergantung dari mana melihatnya,” kata Yudi. (Joko Lestari)