Berkoalisi adalah berkawan membangun kebersamaan dengan melepaskan ego sektoral

Kopi Pagi

Kopi Pagi: Punakawan Politik

Senin 29 Jul 2024, 08:33 WIB

"Berkoalisi adalah berkawan membangun kebersamaan dengan melepaskan ego sektoral. Tak ada yang merasa dirinya paling hebat dan kuat.Paling berkuasa bagaikan dewa atau raja.."

-Harmoko-

 

Koalisi dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) merupakan keniscayaan seperti halnya ketika menggelar pemilihan presiden (pilpres) yang lalu. Koalisi parpol menjadi kebutuhan, tak hanya pada masa sekarang, juga mendatang, selama aturan pilpres dan pilkada masih mensyaratkan adanya ambang batas.

Aturan tersebut menyatakan bahwa pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 % dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 % dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR (pileg) sebelumnya.

Ini ambang batang pencalonan presiden dan wapres.

Sementara untuk syarat pencalonan kepala daerah dari parpol adalah parpol atau gabungan parpol yang memiliki kursi minimal 20 % di DPRD provinsi maupun kabupaten/kota.

Pada pilkada serentak yang akan digelar 27 November 2024, jumlah kursi dimaksud, bukan hasil pileg periode sebelumnya sebagaimana pada pencalonan presiden – wapres pada pilpres lalu, tetapi hasil pileg 14 Februari 2024.

Kehadiran koalisi pada pilpres maupun pilkada tahun 2029 atau seterusnya, dimungkinkan akan menjadi sebuah keharusan, jika syarat ambang batas masih dipertahankan seperti sekarang.

Ini berdasarkan adanya kecenderungan perolehan suara parpol dari pemilu ke pemilu kian mengecil, di bawah 20 %.

Beda jauh dengan pileg tahun 1999, masih ada parpol yang meraih suara di atas 30 % seperti PDIP dan Golkar. Pileg berikutnya tahun 2004 dan 2009, angka kemenangan tertinggi menurun jauh di bawah 30%, hanya pada kisaran 22 % dan 21 %. Terus menurun pada pileg 2014 dan 2019, bahkan kini sudah di bawah 20%. PDIP sebagai pemenang pileg 2024 mengantongi suara 16,72%, urutan berikutnya Golkar (15,28%), Gerindra (13,22%), PKB (10,61%). Sedangkan 4 parpol lainnya memperoleh suara di bawah 10 %.Nasdem (9,65%,  PKS (8,42%), Demokrat (7,43%) dan PAN (7,23%).

Dengan komposisi tersebut, tak satupun parpol yang dapat mengajukan sendiri pasangan capres – cawapres, jika Presidential Threshold (PT), tidak ada perubahan.Koalisi pun akan semakin gemuk, boleh jadi pada pilpres mendatang hanya akan melahirkan 2 pasangan calon.

Namun, dengan kecenderungan perolehan suara parpol pada pemilu yang kian mengecil, ada atau tidaknya ambang batas pencalonan, kehadiran koalisi semakin dibutuhkan.

Sebut saja ambang batas pencalonan presiden diturunkan menjadi menjadi 4% sama seperti ambang batas parlemen, sehingga setiap parpol yang lolos ke Senayan bisa mengajukan sendirinya pasangan calonnya pada pilpres, tetapi koalisi menjadi kebutuhan guna mengawal jalannya pemerintahan.

Siapapun presiden terpilih tetap membutuhkan dukungan mayoritas suara parlemen, setidaknya di atas 50% agar program strategis dan unggulan yang telah dicanangkan untuk lima tahun ke depan dapat berjalan lancar. Tidak berlarut akibat “gangguan” interupsi untuk memperoleh persetujuan.

Tentu koalisi yang dibangun bukan untuk kepentingan sesaat, tetapi harus solid dan kuat demi masa depan dan kesejahteraan rakyat.

Koalisi menjadi kuat dan hebat, jika mengedepankan sikap saling memahami, saling menghargai, bukan terlalu jauh mencampuri, apalagi mengintervensi.

Dibutuhkan sikap legowo, adanya keikhlasan untuk menerima hal yang tidak sesuai ekspektasi. Karenanya, berkoalisi adalah berkawan membangun kebersamaan dengan melepaskan ego sektoral, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Tidak ada yang merasa dirinya paling hebat, kuat dan berkuasa dengan menempatkan dirinya sebagai dewa dalam mengambil keputusan politik, mengatur komposisi calon presiden hingga kepala daerah.

Yang dibutuhkan adalah kawan seperjuangan dalam membangun bangsa dan negara. Tak ada yang tinggi dan rendah, tak ada raja ataupun dewa, tetapi hendaknya menempatkan diri sebagai “punakawan”.

Sejumlah sumber menyebutkan punakawan berasal dari kata puna yang berarti susah, sedangkan kawan adalah sahabat. Maknanya sahabat di kala susah.

Versi lain menyebutkan puna atau pana yang berarti terang.Punakawan berarti kawan yang membawa ke jalan yang terang.

Dalam dunia pewayangan Jawa, dikenal juga tokoh punakawan yang diperankan Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Keempat tokoh tersebut sangat dan kompak serta melakukan pengabdiannya berdasarkan ketulusan dan keikhlasan.

Punakawan dimaksud merupakan tokoh multi peran yang dapat menjadi penasihat, penghibur, kritikus, penyampai kebenaran, kebajikan dan penganjur keutamaan.

Koalisi yang dibangun era sekarang dan mendatang, hendaknya memiliki multi peran bagaikan “punakawan” dalam melakukan pengabdiannya kepada bangsa dan negara. Kedepankan “punakawan politik”, bukan “dewa politik”. (Azisoko).

Tags:
koalisi pilkadaPartai Politikperolehan kursisyarat ambang batasdukungan mayoritas

Administrator

Reporter

Ade Mamad

Editor