Manuver politik jelang gelaran pilkada serentak kian marak. Begitu pun dengan berita – berita politik terkait persiapan pilkada.
Setiap orang bebas mengakses beragam berita politik dari berbagai sumber dan platform yang tersedia, termasuk media sosial. Hanya saja, kita patut jeli memilih dan memilah berita, agar dapat terhindar berita bohong alias hoax.
“Baca berita dari media yang terpercaya, misalnya koran atau online kita ini (poskota, poskota.co.id).” kata Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.
“Setuju. Jangan asal dapat postingan dari sumber yang belum jelas, langsung saja sharing,” tambah Yudi.
“Kalian juga suka bermain medsos. Sebagai warga internet alias warganet yang baik perlu juga jeli atas postingan berita politik. Cek akurasinya, validitasnya, keasliannya, sumbernya dari mana, Dan, jangan lupa kapan konten itu dibuat. Peristiwa itu terjadi kapan,” jelas mas Bro.
“Jangan sampai peristiwa sudah 10 tahun yang lalu, di update lagi. Kalau kontennya asli, nggak masalah, tapi sudah dimodifikasi, dibumbui lagi, maka boleh jadi aslinya cuma pembuka, dalamannya semua palsu,” kata Heri.
“Intinya saring terlebih dahulu sebelum sharing ke mana – mana. Cek dulu jika menerima konten, apalagi yang masih diragukan keasliannya, tidak jelas sumbernya,” tambah mas Bro.
“Jelang pilkada, acap berita hoax bermunculan guna menjatuhkan seseorang yang dianggapnya sebagai musuh politik,” kata Yudi.
“Kadang kita tidak tahu, siapa yang pertama kali memproduksi konten penuh manipulatif itu. Biasanya kita dapat postingan dari teman di grup, dan konten itu terdeteksi sudah diteruskan berulang – ulang,” kata Heri.
“Lazimnya konten dikemas dalam bentuk teks, gambar atau video. Di dalamnya terdapat unsur menebarkan kebencian dan keburukan seseorang. Juga adanya ajakan,” kata mas Bro.
“Kalau ajakan kebaikan itu kita respons positif. Kita senang – senang aja, misalnya kalian akhir pekan ini ngajak makan gratis, pasti ku sambut dengan bahagia,” kata Heri.
“Tapi kalau ajakan keburukan, seperti untuk tidak mempercayai seseorang, membenci seseorang, sebaiknya tinggalkan.Bukankah agama apa pun mengajarkan tentang kebaikan, bukan keburukan,” kata mas Bro.
“ Coba apa hubungannya, misalnya kita diajak untuk tidak mempercayai seseorang, membenci seseorang, sedangkan kita sendiri tidak mengenalnya. Masak kenal pun tidak disuruh membencinya ,” kata Yudi. (Joko Lestari).