Menurutnya, hewan predator ini memiliki jangkauan terbang seluas 10 kilometer. Sejak 2020 hingga 2024 ini, metode pengendalian hama menggunakan burung hantu berjenis Tyto Alba ini juga menginspirasi petani lainnya. Bahkan populasi dari 10 ekor burung hantu itu juga telah merambah hingga ke wilayah lain.
"Sekarang di kecamatan Cibitung, Tambelang, Sukakarya, Sukatani sudah tersebar. Makanya saya bersosialisasi kepada kelompok tani yang lain untuk dibuatkan rubuhan walaupun secara swadaya sambil kita mengajukan bantuan rubuha dari pemerintah daerah," ujarnya.
Kekinian, lanjutnya, petani di Desa Banjarsari sudah merasakan manfaat lewat penerapan metode burung hantu guna mengusir hama tikus di sawah.
Agar pembasmian hama semakin massif dan mendapatkan hasil panen padi yang baik, para petani mengajukan kembali sebanyak 20 Rubuha dan burung hantu ke Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi.
"Kita ajukan kembali lah 20 Rubuha, meskipun gak ada burungnya. Untuk wilayah lain nanti jemput burungnya di Sukaasih," jelasnya.
Ketua Kelompok Tani Bagja Asih, Neman (49) mengatakan konsep ini ampuh untuk mengusir hama tikus. Bahkan, para petani sudah dua kali panen padi dalam setahun.
Sebelum memakai konsep tersebut para petani menggunakan metode 'grobyokan' yaitu secara bersama-sama membasmi tikus dengan berkeliling sawah menggunakan kayu bambu.
"Kualitas padi jauh lebih meningkat, satu musim rata-rata panen 4 hingga 5 ton selama pakai Rubuha ketimbang sebelumnya," ucap Neman. (Ihsan Fahmi)
Dapatkan berita pilihan editor dan informasi menarik lainnya di saluran WhatsApp resmi Poskota.co.id. GABUNG DI SINI