“.., integritas menyangkut moral, maka upaya yang dilakukan tidak hanya melalui dunia pendidikan formal. Pendidikan budi pekerti dan mental spiritual, yang di dalamnya terdapat etika dan norma, menjadi sebuah pembelajaran dimulai dari lingkup terkecil, yakni keluarga.”
-Harmoko-
Kemajuan suatu negara tergantung kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Cukup beralasan, jika program yang terkait dengan peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan serta kesehatan masyarakat menjadi prioritas.
Dengan SDM yang berkualitas, selain akan memperkuat daya saing negeri kita di panggung dunia, juga bisa meningkatkan produktivitas dalam negeri.
Di negara mana pun, kontribusi dari produktivitas menjadi penting untuk memacu pertumbuhan ekonomi tinggi sebagai upaya memajukan perekonomian. Karenanya wajib dan harus ditingkatkan, di antaranya melalui peningkatan kualitas SDM. Itulah sebabnya investasi SDM menjadi penting, selain, tentunya perlu adanya dukungan perbaikan investasi, pertumbuhan manufaktur, pertanian, dan sektor lainnya.
Upaya meningkatkan kualitas SDM tidak bisa ditawar-tawar lagi, lebih-lebih pada era kini untuk menyiapkan generasi emas 2045. Namun indeks SDM negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand masih di atas kita.
Tak perlu risau, sekiranya dalam pengembangan SDM perlu belajar dari negara lain seperti Korea Selatan dan Taiwan yang secara konsisten melakukan investasi pada kualitas SDM. Hasilnya teruji, karena mampu meningkatkan produktivitas sehingga dapat terlepas dari jebakan negara berpendapatan menengah (Middle-Income Trap/MIT).
Lantas bagaimana dengan negara kita? Jawabannya investasi pada kualitas SDM adalah wajib dan penting menjadi prioritas pada era sekarang, dan secara konsisten pada era mendatang jika hendak mencapai visi Indonesia Emas.
Investasi kualitas SDM bukan hanya meningkatkan kelulusan pendidikan tinggi saja, meski pendidikan tinggi itu penting untuk membentuk SDM mumpuni sesuai kebutuhan pasar kerja.
Meski penting karena dapat mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang, angka warga Indonesia yang pernah mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi masih di bawah 10 persen.
Dalam upaya peningkatan produktivitas, bukan pula dengan sebatas meningkatkan keterampilan pekerja dalam menggunakan teknologi, barang modal, peralatan dan lain-lain.
Tidak terbantahkan angkatan kerja terampil sangat dibutuhkan guna mengoptimalkan berbagai sumber daya baru bagi pertumbuhan ekonomi nasional, seperti ekonomi hijau, teknologi dan inovasi. Belum lagi ekonomi digital dan energi terbarukan agar dapat meningkatkan daya saing bangsa.
Semua yang disebutkan tadi; soal pendidikan dan keterampilan adalah penting untuk membentuk SDM berkualitas. SDM yang memiliki keunggulan tersendiri sebut saja skill (keahlian). Juga memiliki disiplin tinggi, ulet, tekun, kreatif dan inovatif.
Namun tidak kalah pentingnya membentuk SDM yang memiliki integritas. Ini yang perlu dipersiapkan sejak sekarang. Berintegritas berarti memiliki karakter kuat, teguh mempertahankan prinsip, memiliki pribadi yang jujur, taat asas, norma, dan etika menjadi dasar yang melekat pada diri sendiri sebagai nilai-nilai moral.
Semakin tinggi tingkatan integritasnya, semakin tinggi pula nilai-nilai moral yang melekat pada dirinya. Itulah sebabnya pribadi yang demikian sering disebut memiliki akhlak yang baik, akhlak yang mulia.
Dan SDM yang demikian lazimnya mempunyai daya kerja yang baik, karena jujur, adil, penuh tanggung jawab, dan selalu berusaha untuk tidak merugikan orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Sumber daya manusia yang berkepribadian demikian sangat dibutuhkan untuk membangun bangsa dan negara pada situasi apapun dan kapan pun. Lebih-lebih sekarang menyongsong era pemerintahan baru.
Mengingat, menyiapkan sumber daya manusia yang berintegritas perlu proses panjang dan berliku. Menciptakan manusia berintegritas, tak semudah mencetak manusia cerdas dan berkualitas yang bisa ditempuh melalui jalur pendidikan dan pelatihan.
Ingat, integritas menyangkut moral, maka upaya yang dilakukan tidak hanya melalui dunia pendidikan formal, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom 'Kopi Pagi' di media ini.
Pendidikan budi pekerti dan mental spiritual, yang di dalamnya terdapat etika dan norma, menjadi sebuah pembelajaran dimulai dari lingkup terkecil, yakni keluarga.
Filosofi Jawa pun mengajarkan ajining dhiri soko lathi lan budi -
berharganya diri pribadi seseorang tergantung pada ucapan dan budi pekertinya, akhlaknya.
Maknanya, cir-ciri orang yang memiliki integritas moral yang tinggi akan terlihat dari perilaku sehari-hari atas ucapan, halus batin, dan perbuatannya, keluhuran budi pekertinya. Itulah yang perlu diedukasi tiada henti sejak dini oleh masing-masing diri pribadi. (Azisoko)