Sejumlah buruh yang tergabung dari Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis, 6 Juni 2024. Dalam aksi tersebut mereka menolak Pemerintah Pusat terkait PP Tapera, Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahal, KRIS BPJS Kesehatan, Omnibuslaw Cipta Kerja dan meminta menghapus OutSourching Tolak Upah Murah.(Poskota/Ahmad Tri Hawaari)

Opini

Tapera Beresiko Hilangkan Lapangan Pekerjaan

Jumat 07 Jun 2024, 05:00 WIB

DI tengah pelemahan ekonomi dan daya beli masyarakat, potongan gaji untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sangat memberatkan pekerja.

Rencana memberlakukan iuran tabungan perumahan rakyat menuai kritik publik luas. Alasannya, iuran tapera tersebut semakin memberatkan masyarakat karena terjadinya pemotongan penghasilan. Di sisi lain, rencana tersebut juga mendapat penolakan dari dunia usaha karena harus menanggung sebagian dari iuran tersebut.

Meski program perumahan untuk rakyat ini memang diperlukan namun masalahnya program Tapera belum tepat dijalankan sekarang karena iurannya memotong upah buruh. Selain itu, program tapera juga belum jelas, terutama kepastian apakah peserta Tapera otomatis mendapat manfaat berupa rumah.

Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3% (dibayar pengusaha 0,5% dan dibayar buruh 2,5%) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di-PHK.

Menghitung rata-rata upah buruh di Indonesia Rp3,5 juta per bulan. Jika dipotong iuran Tapera 3 persen maka besaran iuran sekitar Rp105 ribu per bulan atau Rp1.260.000 per tahun. Mengingat Tapera adalah tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10-20 tahun ke depan uang yang terkumpul adalah Rp12.600.000 sampai Rp25.200.000. Jumlah tersebut dinilai tidak akan bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah.

Jadi dengan iuran 3% yang bertujuan agar buruh memiliki rumah adalah kemustahilan belaka bagi buruh dan peserta Tapera untuk memiliki rumah.

kebijakan tersebut memberatkan pekerja karena iuran kepesertaannya cukup besar dengan penghitungan persentase dari gaji atau upah. Jika pekerja berpendapatan di atas upah minimum maka setiap bulan gajinya dipotong 2,5 persen.

Di tengah pelemahan ekonomi dan daya beli masyarakat, tentu potongan tersebut sangat memberatkan. Wajar terdapat penolakan dari dunia usaha hingga asosiasi driver ojek online.

Efek paling signifikan terlihat pada pengurangan tenaga kerja, di mana kebijakan ini dapat menyebabkan hilangnya 466,83 ribu pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan iuran wajib Tapera berdampak negatif pada lapangan kerja, karena terjadi pengurangan konsumsi dan investasi oleh perusahaan.

Meskipun ada sedikit peningkatan dalam penerimaan negara bersih sebesar Rp 20 miliar, jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain. (*)

Tags:
taperatabungan-perumahan-rakyatEKONOMIburuhLapangan Pekerjaan

Administrator

Reporter

Aminudin AS

Editor