Hal tersebut merujuk pada zaman pra Islam. Nyiur dan beras sudah dimanfaatkan untuk makanan oleh masyarakat sebagai sumber daya alam.
Begitupun masyarakat Bali. Hingga saat ini ketupat atau disebut masyarakat Bali sebagai tipat, masih digunakan untuk ritual ibadah.
Dalam Islam, kerupat dicocokan kembali dengan nilai-nilai ke-Islaman oleh Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga membaurkan pengaruh Hindu pada nilai-nilai ke-Islaman, menjadi akulturasi yang padu antara keduanya.
Makna ketupat Lebaran, masyarakat Jawa dan Sunda menyebut ketupat sebagai kupat. Kupat yang berartikan ngaku lepat atau mengakui kesalahan.
Ketupat Lebaran memiliki simbol lain yaitu laku papat (empat laku) yang melambangkan empat sisi dari ketupat.
Laku papat atau empat tindakan itu adalah lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Maksud dari keempat tindakan tersebut adalah, Lebaran berasan dari kata lebar yang berarti selesai.
Hal tersebut dimaksudkan telah selesainya menjalani puasa dengan datangnya 1 Syawal.
Luberan yang berarti melimpah. Diibaratkan air dalam tempayan yang isinya melimpah hingga tumpah kebawah.
Simbol tersebut memberikan pesan untuk memberikan sebagian hartanya kepada fakir miskin, yaitu sedekah dengan ikhlas seperti tumpahnya atau lubernya air dalam tempayan.
Lalu leburan, yang berarti semua kesalahan dapat lebur atau habis dan lepas, serta dapat dimaafkan pada hari Idul Fitri.
Terakhir adalah Laburan. Di masyarakat Jawa labur (kapur) adalah bahan untuk memutihkan dinding.