Kopi Pagi Harmoko: Kebijakan 5 Pro (2)

Kamis 11 Jan 2024, 06:00 WIB

Pengantar : Pemerintahan baru mendatang hendaknya mengedepankan
kebijakan  “ 5 Pro”, yakni pro rakyat miskin, pro keadilan, pro penciptaan
lapangan kerja, pro lingkungan dan pro kemandirian. Tulisan dimaksud akan
disajikan secara berseri di kolom ini. ( Azisoko)

“Kesenjangan sosial dapat terjadi karena faktor ” ketidakadilan” dalam
memberikan kesempatan berusaha akibat monopoli, kolusi, korupsi ..”
-Harmoko-

Berbicara keadilan tak bisa lepas dari kesetaraan dalam perlakuan di segala
sektor kehidupan. Adanya kesempatan yang sama dalam mengakses hasil –
hasil pembangunan. Tidak pula dipisahkan dari kesenjangan dan ketimpangan
sosial.

Selama masih ada pembedaan perlakuan dan kesenjangan, pertanda keadilan
sosial belum terwujud sepenuhnya.

Mengapa? Jawabnya esensi keadilan sosial itu mengandung
prinsip equality dan equity.

Equality adalah prinsip kesamaan, bahwa manusia memiliki kedudukan yang
sama di dalam hukum dan pemerintahan. Manusia sebagai warga negara tidak
boleh dibedakan menurut kelas sosialnya atau rasnya.

Equity mengandung prinsip bahwa tidak boleh ada kesenjangan apapun di
negeri ini.

Kedua prinsip tadi harus seiring sejalan dan untuk mewujudkannya perlu
proses, perlu ada pemihakan dari yang kuat kepada yang lemah. Dari kaum elit
kepada kaum alit.

Perlu lebih memperkuat pemberdayaan rakyat dalam bentuk jaminan hukum,
ekonomi, sosial dan politik. Negara wajib hadir memastikan setiap warganya,
siapa pun mereka, memiliki  hak – haknya, tentu hak yang sama, dalam
mendapatkan perlindungan dan pemuliaan dari negaranya.

Indonesia merdeka karena didasari cita -cita luhur mewujudkan negara yang
merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur sebagaimana tersurat pada
mukadimah UUD 1945.

Karena siapa pun presiden-wapres terpilih hasil pilpres 2024, wajib secara terus
menerus mengupayakan terwujudnya keadilan dan kemakmuran. Pemimpin
yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut sama artinya mengingkari makna
tujuan negara sebagaimana diamanatkan para bapak bangsa pendiri negeri -
founding fathers.

Negara dapat dikatakan bersikap adil jika tidak membeda-bedakan perlakuan
terhadap seluruh rakyat Indonesia di tengah perbedaan yang ada. Setiap warga
negara diperlakukan sama sesuai porsinya.

Jangan karena beda dukungan pada pilpres, karena bukan satu gerbong
dukungan, lantas membedakan perlakuan. Jika ini terjadi nanti, bukan kebijakan
pro keadilan yang dijalankan, tetapi ketidakadilan yang akan memperlebar
jurang kesenjangan.

Sementara, kita tahu kesenjangan masih menjadi pekerjaan rumah bagi
pemerintahan baru mendatang. Kesenjangan sosial terjadi bukan karena
masalah ketimpangan kekayaan, juga pendapatan masyarakat.

Menurut laporan World Inequality Report (WIR), tercatat 1 % penduduk
terkaya di Indonesia menguasai 30,16 % total aset rumah tangga secara nasional
pada tahun 2022. Kelompok 10 % terkaya di Indonesia punya 61,28 % total aset
rumah tangga secara nasional. Dengan pendapatan Rp 333,77 juta per tahun.
Sementara kelompok 50 % terbawah hanya memiliki 4,5 % dari total kekayaan
rumah tangga nasional. Memiliki pendapatan Rp 25,11 juta per tahun.

Data yang sudah terpublikasi ini memang masih perlu didalami lagi kini,
mengingat beragam program pembangunan sudah dilakukan yang tujuan
utamanya mengentaskan kemiskinan seperti alokasi dana desa yang jumlahnya
mencapai puluhan triliun rupiah. Belum lagi sejumlah bantalan sosial yang telah
digulirkan.

Yang terpenting adalah upaya terus menerus mengentaskan kemiskinan dan
mempersempit beragam ketimpangan dengan mengikis faktor penyebabnya.
Kesenjangan sosial dapat terjadi karena faktor ” ketidakadilan” dalam
memberikan kesempatan berusaha karena praktik monopoli, kolusi, korupsi dan
nepotisme yang berakibat kian tersingkirnya rakyat kecil, seperti dikatakan Pak
Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Boleh jadi, ketimpangan kian melebar, jika elit kaya ikut ‘memainkan’ aturan
yang menguntungkan mereka, berupaya memblokir kebijakan yang dapat
merugikan mereka.

Sementara itu kita tahu, jurang kesenjangan yang tak kunjung teratasi, dapat
menimbulkan kecemburuan sosial, frustasi sosial hingga disintegrasi sosial.
Kita berharap pemerintahan hasil pilpres 2024, siapa pun yang terpilih menjadi
presiden, semakin masif menelorkan kebijakan yang pro keadilan. (Azisoko). 

Berita Terkait

Kopi Pagi Harmoko: Kebijakan 5 Pro (5)

Senin 22 Jan 2024, 06:07 WIB
undefined
News Update