Bijak di sini berarti tidak terpancing, tidak terbawa arus, tidak terprovokasi ketika diserang lawan politiknya, direndahkan gagasannya ataupun dimentahkan argumentasinya.
Pepatah lama mengatakan ,”Hati boleh panas, tetapi kepala tetap dingin”. Meski serangan datang bertubi, sanggahan silih berganti, cercaan seolah tiada henti, hendaknya pikiran tetap tenang dan jernih sehingga pada akhirnya mampu mengatasi situasi.
Atau, pepatah yang berbunyi “Kepala boleh panas, tetapi hati tetap dingin,” . Meski banyak beban pikiran, banyak permasalahan, misalnya dengan rumitnya merumuskan gagasan, sulitnya meyakinkan gagasan, tetapi hendaknya tetap sabar, tenang, mampu mengendalikan diri untuk tidak terpancing emosi yang dapat menutupi logika diri.
Akan lebih baik lagi, kalau, apa pun yang terjadi, sepanas apa pun situasinya, hati tetap dingin, kepala pun dingin.
Rakyat sungguh-sungguh memerlukan teladan dari para elite untuk melakukan kampanye yang sejuk, bersahabat, bermutu dan mudah dipahami, agar mereka tidak salah pilih, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Jangan jadikan rakyat sebagai objek janji kosong, dan diadu dengan informasi hoaks, pembodohan, pengelabuan, yang merusak Indonesia dan generasi kita di masa depan. Demi kekuasaan sesaat.
Begitu pun rakyat jangan terjebak hasutan dan provokasi. Jangan karena beda jagoan terjadi perselisihan kemudian merusak persaudaraan (paseduluran).
Hendaknya tidak terbawa arus ikut mengkritisi hanya karena tak ingin disebut tidak ikut peduli, sementara tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Jangan serta merta ikut - ikutan menghujat hanya karena ingin dianggap masih bersahabat dengan mereka yang sedang menghujat, padahal belum tahu apakah orang dimaksud harus dihujat.
Mari dinginkan situasi, dinginkan hati kita, kepala kita menyongsong pemilu damai. (Azisoko).