“Di era transformasi digital, peran guru menjadi penting dalam membentuk generasi hebat dan tangguh, tetapi tetap berkarakter Indonesia. Itulah perlunya edukasi budi pekerti melalui keteladanan.”
-Harmoko-
Tidak dapat dipungkiri bahwa guru adalah pendidik dan sosok keteladanan. Guru menjadi suluh bangsa yang mencerahkan setiap generasi, sering disebut pelita dan penerang dalam gulita untuk mengantarkan kebangkitan dan kemajuan bangsa.
Guru, dengan bahasa cintanya, menjadikan kita mengenal huruf dan angka. Dari tidak tahu apa – apa menjadi banyak tahu tentang apa – apa.
Cukup beralasan sekiranya dikatakan guru adalah pencetak SDM unggul di setiap generasi tiada henti. Itulah sebabnya guru disebut sebagai profesi yang sangat agung, terhormat dan bermartabat.
Keagungan profesi itulah yang kemudian menuntut guru senantiasa memberikan tuntunan “kebaikan” di mana pun dan kapan pun.
Bapak Guru Indonesia, Ki Hajar Dewantara, telah berpesan, "lng ngarsa sung tulada, lng madya mangun karsa, Tut wuri handayani, ". Guru adalah mereka yang terus memberikan keteladanan di depan, berada di tengah untuk menciptakan prakarsa dalam kebersamaan, dan di belakang membangun motivasi untuk terus berprestasi.
Pesan ini masih aktual, dan akan tetap aktual sebagai rujukan bagi para guru yang akan senantiasa tampil memberikan edukasi di setiap generasi, termasuk di era digitalisasi sekarang ini.
Kita sadari tantangan era kini kian kompleks seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi, yang menuntut tanggung jawab lebih besar dari para guru dan tenaga kependidikan.
Sebut saja, kehadiran kecerdasan buatan - Artificial Intelligence (AI) seperti Chat GPT (Generative Pre-training Transformer) menuntut guru terus menjadi pembelajar demi melahirkan anak bangsa yang unggul dalam merespons isu global era kini.
Guru, siapa pun dia, kapan pun dan di mana pun harus lebih pintar dari muridnya. Tidak saja dalam soal mata pelajaran yang digeluti, juga dalam bidang lain.