Kopi Pagi: Menang tanpa merendahkan.

Kopi Pagi

Kopi Pagi: Menang Tanpa Merendahkan

Kamis 14 Des 2023, 05:28 WIB

“Mari kita kelola persaingan politik jelang pilpres secara lebih beradab, bukan
untuk biadab. Bersaing secara sehat dan beradab.Menang tanpa merendahkan
lawan untuk mencegah timbulnya kegaduhan, termasuk menang berdebat”.

Harmoko
 
Beragam komentar disampaikan berbagai pihak menanggapi jalannya debat perdana capres – cawapres, tentu dengan argumen dan sudut pandangnya.

Komentar tak hanya soal visi dan misi, komitmennya dalam memberantas korupsi, misalnya, yang menjadi satu tema dalam debat. Tak sedikit yang menilai dari penampilan ketiga capres dalam segmen berdebat.

Ketika masing – masing capres diberi kesempatan mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, menanggapi dan balik menyanggah pernyataan capres
yang lain.

Dalam sesi ini publik dapat menyaksikan bagaimana performa Anies Baswedan,
Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.Setidaknya publik dapat melihat sejauh
mana penguasaan materi, tingkat emosional dan kematangan jiwa serta upaya
pengendalian diri, karena reaksi dan jawaban disampaikan secara spontan, tanpa
setingan.

Ini menjadi penting karena sebagai calon pemimpin bangsa tidak saja dituntut
kemampuan penguasaan materi atas program dan gagasan untuk melakukan
perbaikan ke depan, juga kemampuan menguasai emosi.

Maknanya seorang pemimpin tidak hanya dituntut memiliki kapabilitas, akseptibilitas, juga etik dan moralitas. Ini yang hendaknya menjadi karakter bangsa sebagaimana telah dicetuskan para pendiri bangsa.

Budaya sopan santun dan ramah tamah yang telah menjadi jati diri bangsa Indonesia sejak dulu kala, wajib kita rawat dan pelihara dengan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari – hari.

Mulai dari ruang yang bersifat privacy, lebih – lebih di ruang publik seperti di media sosial, ruang dialog baik di televisi,media online dan media massa lainnya yang tentu akan terbuka menjadi konsumsi publik. Lebih – lebih di agenda debat capres – cawapres yang disiarkan secara langsung, disaksikan oleh rakyat Indonesia.

Itulah sebabnya membangun keadaban di ruang publik, sebut saja keadaban publik menjadi keniscayaan. Saling hujat, menghasut, caci memaki dan mencerca yang bersifat pribadi, apalagi hampa substansi, tak perlu lagi terjadi di ruang publik.

Selain tidak sesuai dengan etika dan adab budaya bangsa, juga sebuah
pengingkaran terhadap falsafah bangsa kita, Pancasila sebagai pedoman hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Seperti pernah saya singgung di kolom ini, budaya yang perlu dibangun di ruang publik dengan senantiasa menampilkan pesona kesantunan. Santun dalam ucapan dan tulisan (cuitan), santun pula dalam merespons dialog di ruang publik.

Seseorang dapat dikatakan beradab, jika memiliki kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti. Terdapat kelembutan dan kehalusan dalam bertutur kata,
bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari – hari. Di mana pun, kapan
pun dan kepada siapa pun.

Ini sejalan dengan makna dari penjabaran butir – butir sila kedua falsafah bangsa, Kemanusian Yang Adil dan Beradab.

Perilaku yang semakin menunjukkan adanya saling menghargai antar-sesama,
semakin mengakui persamaan hak dan derajat masing – masing individu.

Menghargai berarti tidak saling mengganggu, tidak menghalang – halangi, dan
tidak memaksakan, apalagi jika sampai melakukan kekerasan untuk memaksakan kehendak kepada orang lain.

Politik beradab adalah perilaku politik yang menebarkan kesantunan, bukan memproduksi kecurigaan. Menghargai perbedaan, bukan mempersoalkan perbedaan. Menghargai eksistensi hak asasi, bukan memprovokasi dan menghalang - halangi.

Mari kita kelola persaingan politik jelang pilpres secara lebih beradab, bukan untuk biadab. Bersaing secara sehat dan beradab, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Tidak  mengkriminalisasi lawan. Kalau kemudian menang, jadilah “Menang tanpa ngasorake” – Menang tanpa merendahkan lawan untuk mencegah timbulnya kegaduhan. Termasuk menang dalam kampanye, dalam debat dan adu gagasan.

Itulah perlunya budi pekerti luhur seperti bersikap jujur, amanah, rendah hati (tawadhu), santun, sabar dan senantiasa bersyukur, wajib kita terapkan dan
wariskan hingga ke anak cucu.

Karakter itu pula yang hendaknya diterapkan pada musim kampanye pilpres,
termasuk dalam debat di ruang publik. (Azisoko)

Tags:
Kopi Pagi

Administrator

Reporter

Administrator

Editor