JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Saat ini tengah ramai diperbincangkan kasus Pneumonia varian baru di Tiongkok Utara dan Eropa. Pneumonia varian baru, yaitu Mycoplasma Pneumoniae. Mycoplasma Pneumonia mayoritas menyerang anak-anak, telah terdeteksi di Indonesia.
Rupanya di Indonesia terkonfirmasi terdapat 6 kasus Mycoplasma Pneumonia. Namun, dalam rilis yang diterbitkan Kemenkes melalui website resminya, Mycoplasma Pneumonia tingkat fatalitas lebih rendah jika dibandingkan dengan COVID-19.
Dikutip Poskota.co.id dari Kemkes.go.id, Dokter Spesialis Anak di RS Cipto Mangunkusumo, dr. Nastiti Kaswandani menegaskan bahwa tingkat fatalitas dan keparahan akibat bakteri Mycoplasma pneumoniae lebih rendah dibandingkan tingkat fatalitas karena COVID-19.
“Apabila dibandingkan dengan COVID-19, tingkat keparahan maupun mortalitas (kematian) akibat Mycoplasma pneumoniae cenderung lebih rendah hanya 0,5 sampai 2 persen, itu pun pada mereka dengan komorbiditas,” kata dr. Nastiti.
Pneumonia dari bakteri Mycoplasma sering disebut walking pneumonia. Gejalanya cenderung ringan, sehingga pasien tidak perlu menjalani rawat inap di rumah sakit.
Pada kasus yang ada di Indonesia, menurut dr. Nastiti hanya perlu menjalani rawat jalan saja.
“Anaknya cukup baik kondisi klinisnya sehingga masih bisa beraktivitas seperti biasa, makanya sebagian besar kasusnya bisa dilakukan rawat jalan, pemberian obatnya secara minum, dan anaknya bisa sembuh sendiri,” jelasnya.
Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Prof. Erlina Burhan menyebut bahwa pneumonia mycoplasma bukanlah penyakit baru.
Bakteri yang menyebabkan peradangan akut pada paru ini telah ditemukan dari lama, bahkan sejak periode 1930-an.
Namun, belakangan menjadi perhatian dan kewaspadaan dunia. Hal tersebut dikarenakan bakteri Mycoplasma pneumoniae diduga telah menyebabkan kenaikan kasus pneumonia di Tiongkok Utara dan Eropa, yang mayoritas menyerang anak-anak.
Menurut Prof Erlina, karena bukan penyakit baru, pengobatan untuk Mycoplasma pneumoniae tidak susah dicari karena dapat ditemukan di Puskesmas dan dapat diperoleh menggunakan BPJS.
“Makanya, masyarakat tidak perlu panik karena penyakit ini sudah lama ditemukan di Indonesia,” katanya.
Menurut Prof Erlina, yang terpenting saat ini adalah menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Hal tersebut adalah kunci utama pencegahan penyakit ini.
Selain itu, masyarakat perlu mengikuti prosedur kesehatan seperti yang direkomendasikan WHO dan Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
Hal tersebut untuk menurunkan risiko penyakit pernapasan. Prosedur tersebut di antaranya:
1. Melakukan vaksinasi terutama pada anak-anak,
2. Menjaga jarak dengan orang sakit,
3. Tidak bepergian saat sakit,
4. Pergi ke dokter dan mendapatkan perawatan bila dibutuhkan,
5. Memakai masker,
6. Memastikan kualitas ventilasi baik,
7. Rutin mencuci tangan.
“Kita harus waspada dan terapkan PHBS serta jangan panik,” pesannya.