ADVERTISEMENT

Pengamat Hukum: Mulusnya Pencawapresan Gibran Jelas Menginjak-Injak Rasa Keadilan Masyarakat

Kamis, 23 November 2023 07:55 WIB

Share
Pakar Hukum Tata Negara Indonesia Bivitri Susanti. (ist)
Pakar Hukum Tata Negara Indonesia Bivitri Susanti. (ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA , POSKOTA.CO.ID – Pakar Hukum Tata Negara Indonesia Bivitri Susanti menyebut banyak pihak yang mengungkapkan untuk beralih (move on) dari Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. 

Bivitri menolak hal itu karena putusan tersebut bukan hanya sekadar hukum, melainkan keadilan.

“Bagi kami ini bukan soal hukum belaka, tapi di sini ada keadilan yang sedang diinjak-injak. Dan kalaupun hukum belum begitu responsif seperti yang kita inginkan, bukan berarti keadilan kita lupakan,” tegas Bivitri di Jakarta, Kamis  (23/11/2023).

Bivitri mengungkapkan hal itu dalam diskusi Etika Penyelenggara Negara: Belajar dari Para Pendiri Bangsa yang disiarkan melalui YouTube. 

Menurutnya, ketika bangsa Indonesia ingin membangun peradaban politik, maka harus berpegang pada etika politik.

“Kalau kita mau membangun peradaban politik, sebenarnya sesuatu yang melampaui hukum tertulis yaitu etika politik dan gagasan konstitusionalitas,” tambahnya.

Menurut Bivitri, putusan MK  punya dampak sangat luas, tidak hanya merusak tatanan hukum. “Itu kan sebenarnya ada kerusakan parah yang ditimbulkan Putusan 90. Merusak MK itu pasti. Itu artinya merusak bangunan negara hukum," ungkapnya.

Bivitri juga menyoroti Anwar Usman yang tidak merasa bersalah dalam proses putusan tersebut, bahkan menggugat pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK. “Artinya dia benar-benar tidak merasa bersalah. Padahal MKMK putuskan pelanggaran etika berat," katanya kecewa.

Demokrasi Indonesia dikhawatirkan akan mundur karena tragedi konstitusi. Lebih parahnya, ketika nanti generasi masa depan menganggap pelanggaran etik dapat diterima asal tidak melanggar aturan.

"Akibatnya nanti Indonesia tidak akan maju. Karena pemimpin yang dipilih bukan karena kemampuan, tapi karena hubungan kekerabatan.Yang paling parah demokrasi kita mundur, karena cara berpolitik yang kotor. Karena kenormalan baru, adik-adik, anak cucu kita (generasi masa depan) akan bilang tidak ada yang salah dengan nepotisme, tidak ada yang salah dengan politik dinasti,” pungkasnya. (rizal)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT