"Mendulang suara ASN sah –sah saja selama dukungan yang diberikan sesuai dengan hati nurani. Menjadi masalah, begitu dukungan yang diberikan, atas dasar pemaksaan, tekanan dan ancaman karir masa depan, dan lain-lain."
-Harmoko-
Netralitas menjadi topik yang ramai dibahas dan dikupas setiap jelang pemilu.
Tuntutan netralitas, lazimnya, tertuju kepada penyelenggara pemilu, badan pengawas pemilu, penjaga dan pengaman pemilu serta aparatur pemerintah.
Netralitas hendaknya menjadi acuan juga bagi para pemantau dan pengamat pemilu serta semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pemilu.
Termasuk para pemimpin di semua tingkatan, mulai kepala desa, camat, bupati, wali kota hingga gubernur.
Di level pusat adalah para menteri, kepala lembaga, komisi, badan dan institusi, lembaga negara lainnya hingga kepala negara.
Sejatinya netralitas, termasuk netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), bukanlah satu-satunya persoalan utama menjelang Pemilihan Umum 2024.
Masih banyak persoalan lain, setidaknya terdapat lima persoalan utama yang dapat mempengaruhi kredibilitas pelaksanaan pemilu.
Kelimanya adalah politik uang, politisasi SARA, ujaran kebencian, misinformasi, dan manipulasi atau sering disebut hoax.
Kelima persoalan ini menjadi penting untuk disikapi, karen tadi, selain akan mempengaruhi kredibilitas pemilu, juga dapat menyisakan gesekan, perseteruan dan perselisihan sebagai embrio lahirnya perpecahan, pasca kontestasi.
Hanya saja netralitas menjadi persoalan mendasar yang acap dibahas karena terkait langsung dengan kejujuran dan keadilan sebagai satu asas dalam pemilu yang wajib dipatuhi semua kontestan.
Sikap tidak netral berpotensi menghadirkan keberpihakan dan kecurangan dalam pelaksanaan pemilu.