Kopi Pagi Harmoko: Fatsun Politik Pilpres

Senin 23 Okt 2023, 06:13 WIB
Kopi pagi Harmoko. Poskota.

Kopi pagi Harmoko. Poskota.

“Mari kita bangun keadaban bercirikan kehalusan budi pekerti, sopan santun
dan ramah tamah yang telah menjadi jati diri bangsa Indonesia sejak dulu
kala..”

-Harmoko-

Kontestasi hendaknya jangan sebatas meraih kemenangan dalam ajang
pemilihan, tetapi semestinya dijadikan sebagai upaya secara bersama – sama
membangun peradaban bangsa yang penuh dengan kesopanan dan integritas.

Ini semestinya tercermin sejak awal kontestasi baik pilpres maupun pileg,
dengan membangun  komunikasi dan interaksi yang baik, dengan tutur kata
yang sopan, santun, adem, menyejukkan, bukan memanaskan situasi.

Tingkah laku yang lemah lembut dalam merespons perbedaan, bukan atraksi
politik yang menyisakan embrio perpecahan serta membuat kegaduhan.
Menjadikan nilai - nilai etis dan moral yang sebagai tuntunan.

Terdapat fatsun politik yang wajib dijaga,diterapkan dan dipatuhi bersama,
bukan saja selama kontestasi pilpres, tetapi pasca kontestasi dan seterusnya,
setelah terbentuk pemerintahan baru.

Fatsun politik pilpres dapat diartikan etika politik yang santun dalam pelaksanaan pilpres. Praktik politik yang mampu memberikan edukasi,
pembelajaran dalam menyampaikan pendapat di ruang publik. Begitu juga
dalam proses pengambilan keputusan, menyelesaikan masalah politik dengan
mengedepankan adanya pembelajaran membangun fatsun politik – etika politik
yang santun kepada masyarakat.

Bicara etika politik berarti merujuk kepada sejumlah nilai – nilai luhur bangsa
yang seharusnya diterapkan dalam perilaku politik para elite dan politisi,
utamanya menyongsong kontestasi pilpres 2024.

Etika politik menjadi penting untuk melengkapi tindakan yang baik dan benar,
di luar aturan legal formal. Untuk melakukan tindakan politik yang pantas dan
tidak pantas, meski  legal formal tidak melarangnya, tidak juga
memerintahkannya.

Maknanya etika politik digunakan untuk membatasi, meregulasi, melarang dan
memerintahkan tindakan mana yang diperlukan dan perlu dijauhi.

Itulah sebabnya sering dikatakan etika politik sebagai kewajiban hati nurani
yang tidak difokuskan kepada apa yang baik dan benar secara abstrak, tetapi
kepada apa yang baik dan benar secara konkret, situasi aktual.

Tentunya dengan merujuk kepada apa yang menjadi kehendak masyarakat, apa
yang diharapkan masyarakat. Sebut saja, menentukan posisi bakal capres –
cawapres adalah hak parpol koalisi, tetapi figur seperti yang dibutuhkan
masyarakat, itulah yang menjadi landasan keputusan.

Tak ada larangan, seseorang menjadi calon pejabat sepanjang memenuhi
persyaratan, tetapi kehendak publik, perlu menjadi masukan sebelum
mengambil keputusan.

Keputusan politik yang lebih diarahkan melayani kepentingan dirinya dan
kelompoknya, ketimbang kepentingan rakyat, cermin kebijakan yang tidak
memperhatikan nurani.

Cukup beralasan, jika politik sering dimaknai kekuasaan yang serba elitis
daripada kekuasaan berwajah populis yang bertujuan menyejahterakan dan
memakmurkan rakyat.

Sering disebut pula politik identik dengan upaya meraih kekuasaan dengan cara
apa pun, meski bertentangan dengan pandangan umum.

Repotnya pandangan umum itu bersifat tidak mengikat, tak ada sanksi hukum,
karena dibangun melalui karakteristik masyarakat. Jadi lebih bersifat konvensi
atau aturan moral karenanya tak jarang dilanggar. Mudah diabaikan tanpa rasa
malu dan bersalah.

Lebih – lebih peluang dan akses menuju jalur kompetisi untuk meraih jabatan
dan kekuasaan, sangat terbuka lebar, membuat rasa malu dan bersalah,
diabaikan.Ini menyangkut soal etika dan moral.

Sejarah mencatat, suatu bangsa akan menjadi besar karena moralitas bangsanya
baik, unggul dan tangguh, sebaliknya bangsa akan menjadi lemah, bahkan
runtuh, jika moralitas bangsanya juga ambruk.

Kontestasi pilpres adalah awal membangun peradaban bangsa dengan memilih
calon pemimpin, setidaknya untuk 5 tahun ke depan.

Kita berharap nilai etik dan moral, sebut saja fatsun politik, menjadi acuan bagi
para elite politik dan kandidat dalam melakukan atraksi politik selama
kontestasi.

Mulai dari sekarang,kita harus membangun kesadaran bagaimana proses
merebut, mengisi dan mempertahankan kekuasaan dengan fatsun politik agar
peradaban bangsa tidak koyak.

Mari kita bangun keadaban bercirikan kehalusan budi pekerti, sopan santun dan
ramah tamah yang telah menjadi jati diri bangsa Indonesia sejak dulu kala, kata
Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Menjadi kewajiban bagi setiap anak negeri  untuk menjaganya, merawatnya
dengan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari – hari. Mulai dari
lingkup terkecil, keluarga, hingga lingkungan masyarakat. (Azisoko)

Berita Terkait

Legitimasi moral

Senin 30 Okt 2023, 06:13 WIB
undefined

Bola Politik Kian Bergulir  

Kamis 16 Nov 2023, 09:34 WIB
undefined

News Update