Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK. (Rizal)

Opini

Putusan MK Bangkitkan Dinasti Politk

Rabu 18 Okt 2023, 06:10 WIB

MAHKAMAH Konstitusi baru saja mengabulkan gugatan yang di layangkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa)  Bernama Almas Tsaqibbirru melalui perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023m  yang  meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

MK mengabulkan sebagian permohonan perkara tersebut dengan menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu 7/2017 soal syarat usia capres dan cawapres paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Hakim konstitusi mengubahnya jadi berusia paling rendah 40 tahun atau pernah dan sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Itu artinya, orang yang belum berusia 40 tahun bisa maju jadi capres atau cawapres selama berpengalaman jadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilu.

Keputusan MK itu oleh sebagian pengamat politik  dinilai merugikan masyarakat, akibat terbajaknya sistem demokrasi Indonesia oleh dinasti politik.

Politik dinasti adalah proses konsensi kekuasaan yang tidak didasarkan pada kapabilitas (merit system), melainkan pada hubungan darah atau kekeluargaan. Dampaknya, kontestasi demokrasi menjadi tidak objektif dan adil.

Mereka menilai ada upaya atau proses untuk menggolkan seseorang untuk dapat menjadi capres maupun cawapres dengan cara mengakali mekanisme demokrasi.

Putusan MK itu dinilai memuluskan peluang Gibran menjadi cawapres, dan akan semakin menyuburkan dinasti politik. MK saat ini bukan lagi penjaga konstitusi, melainkan penjaga keluarga. Hal ini bertalian dengan hubungan Ketua MK Anwar Usman dengan Gibran selaku paman dan keponakan.

Reputasi MK telah hancur akibat putusan itu. Bahkan Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra mengatakan, bahwa putusan Mahkamah Konstitusi  (MK)  kali ini unik.  

Menurutnya banyak pihak yang serasa kena 'prank' seolah seperti pengendara sepeda motor kasi lampu sein kiri namun belok nya ke kanan. Putusan MK  ini sifatnya tidak bisa jadi rujukan sebab ada kontradiksi antar putusan sebelumnya atas objek gugatan yang sama.

Sebelumnya Uji materi yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan sejumlah kepala daerah terkait batas usia menjadi Capres- Cawapres diturunkan dari batas 40 tahun menjadi 35 Tahun ditolak oleh MK.

Perlu kita ketahui, ketika putusan Mahkamah Konstitusi sebuah negara menimbulkan kekhawatiran atau kontroversi, ini bisa memiliki dampak yang signifikan pada stabilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.

Penting untuk diingat pula,  bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki peran penting dalam menjaga prinsip-prinsip konstitusionalitas dalam suatu negara, dan diskusi yang adil dan berlandaskan hukum adalah pendekatan yang paling sesuai untuk menangani kekhawatiran terkait putusan tersebut.

Jadi jika kita merasa putusan tersebut tidak sesuai dengan hukum atau konstitusi, pertimbangkan untuk mengikuti jalur hukum yang tersedia untuk memprotes atau menggugat putusan tersebut.

Masyarakat sipil dan kelompok advokasi dapat memainkan peran penting dalam memantau dan memengaruhi proses hukum.

Sebagai masyarakat kecil kita hanya bisa melihat dan berharap, agar keputusan MK itu bukan hanya untuk menguntungkan kelompok tertentu atau atau menghidupkan lagi dinasti politik seperti yang terjadi di masa lampau.

Masyarakat hanya ingin hidup sejahtera, cukup sandang, pangan dan papan dibawah pemerintahan yang demokratis.

Tags:
Putusan MKDinasti Politik Jokowi

Administrator

Reporter

Administrator

Editor