ADVERTISEMENT

MK Putuskan Kepala Daerah Bisa Jadi Capres, Indostrategic: Masih Berpotensi Dianulir

Selasa, 17 Oktober 2023 16:29 WIB

Share
Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic)Ahmad Khoirul Umam. (ist)
Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic)Ahmad Khoirul Umam. (ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID –  Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam mengatakan, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat Capres-Cawapres yang memperbolehkan mereka yang belum berusia 40 tahun asalkan memiliki pengalaman sebagai Kepala Daerah atau jabatan yang dipilih melalui mekanisme Pemilihan Umum atau Pilkada (elected officials), masih berpotensi dianulir.  

Putusan MK itu  seolah menyediakan “karpet merah” bagi putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai Cawapres yang diperebutkan oleh Capres Prabowo Subianto dan Capres Ganjar Pranowo.

"Putusan MK itu membuka celah pertentangan dengan Pasal 17 Ayat 3, 5, 6 dan 7 Undang-Undang No. 48/ 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan sebagai beriku," katanya dalam keterangannya, Selasa (17/10/2023). 

Ia mengatakan, Pasal 17 ayat 3 UU No. 48/ 2009: “Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terkait hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera”.

"Pasal 17 ayat 5 UU No. 48/ 2009: “Seorang hakim dan panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia memiliki kepentingan langsung maupun tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas pihak yang berperkara," sebutnya.

Pasal 17 ayat 6 UU No. 48/ 2009: “Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. 

"Pasal 17 ayat 7 UU No. 48/ 2009: “Perkara sebagaimana dimaksud ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda," paparnya. 

Ia menyebut, jika merujuk pada Pasal 17 ayat 3 UU No.48/ 2009 tersebut di atas, keberadaan Ketua MK Anwar Usman selaku adek ipar Presiden Jokowi sekaligus paman dari Gibran Rakabuming Raka, menguatkan dugaan adanya konflik kepentingan (conflict of interests), yang bertentangan dengan spirit independensi kekuasaan kehakiman. 

"Selain itu, perlu juga dicermati apa sebenarnya hubungan mahasiswa UNSA Almas Tsaqibbirru selaku penggugat yang mengaku sebagai pengagum Gibran. Jika Almas memiliki relasi kepentingan secara langsung maupun tidak langsung dengan Gibran, maka hal itu jelas berpotensi bertentangan dengan Pasal 14 ayat 5 UU No.48/ 2009," sebutnya.

Terlebih lagi, lanjutnya,  dalam Rapat Putusan Hakim (RPH) di MK kemarin, komposisi sikap hakim dalam pengambilan keputusan juga beragam dan tidak bulat, dimana terdapat 3 hakim yang setuju, 2 hakim dissenting opinion (DO), dan 2 hakim Concurring Opinion (CO) atau memiliki argumen berbeda tapi ikut saja bersetuju dengan keputusan mayoritas majelis hakim. Artinya, tidak menutup kemungkinan 2 orang hakim yang bersikap Concurring Opinion (CO) itu berada di bawah tekanan, namun tidak berani bersikap menghadapi kekuatan besar yang menghantui netralitas dan independensi hakim. 

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT