“ADA apa Bro, sejak tadi kalian terlihat teriak –teriak kayak orang lagi beramtem” kata Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.
“Kami bukan teriak – teriak, tapi lagi berdiskusi soal politik gaya lama, cuma penyampaian argumen kadang dengan suara lantang,” kata Yudi.
“Politik sekarang ini harus santun, bukan teriak- teriak mencari pembenaran, maunya menang sendiri karena merasa hebat dan kuat. Ingat Bro, jaman iku owah gingsir,” kata Heri yang asli wong Solo.
“Betul mas. Tahun politik itu tahun bergembira, tahun untuk bersenang – senang melakukan pesta demokrasi, bukan malah mengerikan,” kata Ayu Bahari, pedagang warteg.
“Betul Yu, kita kumpul – kumpul untuk saling merangkul, bukan memukul,” kata Yudi.
“Iya, kita gunakan jurus politik saling merangkul, bukan saling memukul seperti sering dikatakan bakal capres Prabowo Subianto,” kata mas Bro.
“Lawan politik adalah teman dalam berdemokrasi, bukan musuh yang harus dihabisi. Rival dalam kontestasi itu bukanlah lawan yang harus dijatuhkan, tetapi teman melaju bersama menuju juara,” kata Heri.
“Ibarat sebuah pertandingan pemain menggunakan taktik untuk memenangkan pertandingan, bukan intrik untuk menggembosi lawan dengan menghalalkan segala cara,” kata mas Bro.
“Tinggalkan permainan kasar yang mengajari kekerasan,” kata Heri.
“Semakin bermain kasar, kian menunjukkan karakter aslinya yang tidak pantas dipertontonkan di depan publik,” tambah Yudi.
“Dalam politik para elite harus meninggalkan kampanye hitam dengan menguak aib lama yang sudah tak sesuai fakta sekarang,” urai mas Bro.
“Iya mengorek – ngorek masa lalu yang buruk, kemudian diangkat kembali seolah baru kejadian. Tinggalkan gaya politik semacam itu,” jelas Yudi.
“Seperti dikatakan mas Bro Kaesang Pangarep. Ia pun meminta kader partainya meninggalkan politik gaya lama yang kerap menyerang lawan, kampanye hitam,” tambah Heri.