Korupsi, pungli, manipulasi dan oligarki demi melanggengkan kekayaan dan
kekuasaan pribadi dan family, adalah dampak dari syahwat politik yang tidak
terkendali.
Selagi calon pemimpin bangsa ke depan sedang dirumuskan, hendaknya para
elite politik memiliki rasa tanggung jawab dengan merespons apa yang menjadi
kehendak rakyat. Dengan menggunakan mata batinnya, melalui kekuatan yang
menyebar hingga ke akar rumput, semestinya dapat menyerap kehendak rakyat
mengenai pemimpin seperti apa yang dibutuhkan rakyat sekarang dan
mendatang.
Kehendak rakyat hendaknya menjadi acuan dominan dalam mengambil
keputusan dengan mengesampingkan syahwat politik pribadinya,kelompoknya,
dan koleganya, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di
media ini.
Ada rasa tanggung jawab kepada rakyat dengan menyerap kebenaran aspirasi
yang disampaikan oleh konstituen, bukan kebenaran menurut kelompoknya.
Patut diingat pula, politisi berhasil duduk di Senayan karena dipilih rakyat.
Parpol menjadi besar karena suara rakyat. Begitupun paslon capres – cawapres
yang diusung pada pilpres 2024, akan terpilih jika mendapat suara rakyat.
Tanpa suara pemilih, tanpa dukungan rakyat, sebagus apapun kandidat paslon
yang digadang – gadang, bakal tumbang.
Boleh jadi, elektabilitasnya tinggi, tetapi pada akhirnya tereliminasi karena tak
sesuai aspirasi.
Ini makin menguji sebuah adagium bahwa tingkat elektabilitas tidak selamanya
sebanding lurus dengan tingkat keterpilihan.
Mari kita kelola syahwat politik penuh dengan etika dan norma sebagaimana
jati diri bangsa kita yang berlandaskan kepada nilai – nilai luhur
Pancasila. (Azisoko)