JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menilai penerapan Haluan Negara sangat diperlukan untuk memberikan Arah Perjalanan Bangsa.
Hal itu disampaikan langsung oleh LaNyalla saat menjadi narasumber dalam FGD yang diselenggarakan Direktorat Kajian Ideologi dan Politik Lemhannas RI, dengan tema ‘Konstitusionalitas Haluan Negara Guna Menjaga Kesinambungan Pembangunan Nasional’, Senin (28/8/2023).
Meski demikian, LaNyalla tetap memberikan beberapa catatan penting terkait penerapan Haluan Negara, salah satunya mengenai cara penyusunannya.
"Pertama, Haluan Negara harus menjadi pedoman tertinggi atau peta jalan dalam tataran implementasi untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan lahirnya negara,” ujar LaNyalla dalam keterangannya.
Kedua, Haluan Negara harus disusun oleh perwakilan seluruh elemen bangsa di dalam Lembaga Tertinggi Negara. mulai dari anggota DPR, dan Utusan Daerah serta Utusan Golongan.
“Ketiga, Haluan Negara harus menjadi pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, sehingga menjadi tolok ukur kinerja di akhir masa jabatan Presiden sebagai Mandataris MPR,” katanya.
Lebih lanjut, LaNyalla juga menyoroti perihal UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang sejak era Reformasi dianggap sebagai pengganti GBHN.
Menurutnya, beberapa pasal dalam UU tersebut bersifat kontradikitif karena penggunaan beberapa frasa yang tidak sesuai.
Dalam UU Nomor 25 tahun 2004 juga, kata LaNyalla, memberi peluang kepada Perencana Pembangunan untuk menyusun visi dan misi.
Padahal menurutnya, hal tersebut bertentangan dengan makna kalimat di alinea kedua dan keempat Naskah Pembukaan Konstitusi yang merupakan hakikat dari Visi dan Misi negara.
“Karena dalam Azas dan Sistem Pancasila, sejatinya, Presiden sebagai Mandataris MPR hanya bertugas menyiapkan Strategi Pencapaian sebagai langkah untuk mewujudkan Haluan Negara,” imbuhnya.
Maka dari itu, LaNyalla menilai bahwa Indonesia harus kembali kepada sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa, untuk kemudian sempurnakan dan perkuat tanpa mengubah total sistem bernegara.
"Caranya dengan kita kembali dulu kepada UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945, lalu kita lakukan amandemen dengan Teknik adendum, sebagai penyempurnaan dan penguatan agar kita tidak mengulang praktek penyimpangan yang terjadi di masa lalu," pungkasnya.