JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ketua DPD RI LaNyalla Mattalliti mengomentari ceramah Multaqo Ulama Habib Umar bin Hafidz dari Yaman saat ceramah di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang, Jawa Timur pada Selasa 22 Agustus 2023 lalu.
LaNyalla menyoroti anjuran Habib Umar bin Hafidz yang menyinggung bagaimana memilih pemimpin ideal di sebuah negara dalam sudut pandang Islam.
LaNyalla merasa apa yang disampaikan oleh Habib Umar bin Hafidz sudah sejalan dengan apa yang terus diperjuangkan DPD selama ini.
"Apa yang disampaikan Habib Umar di Tebuireng tentang memilih pemimpin sejalan dengan sila ke 4 Pancasila dan upaya DPD kawal kembali ke UUD 45 naskah asli," kata LaNyalla kepada Poskota saat dihubungi, Kamis 24 Agustus 2023.
DPD sendiri menurut LaNyalla hingga kini terus mengupayakan agar negeri ini menghentikan kontestasi politik yang semata-mata ingin sukses meraih kekuasaan dengan cara Liberal.
Sebab dianggap telah menjadikan kehidupan bangsa Indonesia kehilangan kehormatan, etika, rasa dan jiwa nasionalisme serta patriotisme. LaNyalla mendorong agar pemilihan presiden dikembalikan seperti sebelum amandemen, yakni melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ini berkaitan dengan wajah politik Indonesia saat ini semakin liberal.
Kata LaNyalla, pemilihan presiden secara langsung yang saat ini diadopsi, telah terbukti melahirkan politik kosmetik yang mahal dan merusak kohesi bangsa.
"Karena batu uji yang kita jalankan dalam mencari pemimpin nasional adalah popularitas yang bisa di-fabrikasi. Begitu pula dengan elektabilitas yang bisa digiring melalui angka-angka."
"Lalu disebarluaskan oleh para buzzer di media sosial dengan narasi-narasi saling hujat atau puja-puji buta. Dan pada akhirnya, rakyat pemilih disodori oleh realita yang dibentuk sedemikian rupa," bebernya.
Sejauh ini, Indonesia dianggap punya pekerjaan yang lebih besar, lebih penting dan lebih mendesak, daripada disibukkan oleh hiruk-pikuk dan biaya mahal demokrasi ala Barat. Indonesia harus menyiapkan diri menyongsong Indonesia Emas, dalam menghadapi ledakan demografi penduduk usia produktif.
Maka itu, Presiden dinilai wajib mendapat dukungan penuh dari semua elemen bangsa. Sehingga percepatan terwujudnya cita-cita negara ini menjadi tekad bersama, seperti yang pernah dinyatakan dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa.
Pemimpin Dipilih oleh Para Tokoh-tokoh
Sementara itu, sebelumnya Habib Umar bin Hafidz dalam ceramahnya turut menyinggung bagaimana pemilihan pemimpin sebuah negara dianggap ideal dalam kacamata agama Islam.
Kata Habib Umar, pada dasarnya pemilihan para pemimpin di banyak negara di era dahulu, kerap diserahkan kepada tokoh-tokoh mereka. Ini seakan sesuai dengan kondisi Indonesia yang tengah memasuki tahun politik menghadapi kontestasi Pilpres 2024.
"Dahulu itu di dalam memilih pemimpin, di zaman dahulu itu, adalah diserahkan kepada tokoh-tokoh mereka. Pembesar-pembesar mereka, sesepuh mereka, yang memiliki pengalaman yang banyak, pemikiran yang dalam, pemikiran tokoh dari setiap suku," kata Habib Umar seperti disitat dalam siaran Youtube Nabawi TV, Rabu 23 Agustus 2023.
Adapun tokoh-tokoh yang berhak melakukan pemilihan terhadap pemimpin yang tepat, adalah kalangan orang-orang yang terhormat, dengan segala keilmuan mereka.
"Maka orang-orang ini dikumpulkan, dan mereka yang memilih siapa gerangan yang pantas untuk memimpin mereka semuanya," kata dia.
Hal itu justru berbeda dengan kondisi saat ini. Di mana, entah membawa dari mana aturan tersebut, pemimpin yang ideal dianggap adalah sosok yang memiliki suara paling banyak. Dan dialah yang dianggap paling berhak memimpin sebuah negara.
Entah apakah suara itu datang dari orang dalam gangguan kejiwaan, tidak berakal, ataupun orang bodoh, ataupun orang-orang yang jelas-jelas ingin merusak, di tengah-tengah masyarakat.
Bahkan sampai-sampai, gara-gara ini semua, semua orang jadi saling berselisih. Lalu saling melakukan perpecahan antar-mereka satu sama lain. Bahkan perselisihan sampai masuk ke ruang-ruang keilmuan.
"Sampai menyebarnya syariat dari Rasulullah SAW yang dipermainkan akibat aturan-aturan yang mengatur cara pemilihan yang keliru ini, sehingga mereka mengklaim dari tempat-tempat ilmu tersebut, 'Oh saya condong kepada pemimpin yang ini, Saya condong ke pemimpin yang itu,'" ujar dia.
"Mereka saling berselisih, saling baku hantam, saling mencaci, saling memaki. Bahkan sampai mengucapkan kata-kata yang tidak baik."
Padahal, lanjut dia, hal tersebut bukan datang dari orang-orang yang mengenal keilmuan.
"Maka seandainya kita ingin memilih orang, maka pilihlah orang yang takut kepada Allah SWT. Ataupun orang yang bisa memberikan manfaat, yang banyak kepada umat ini. Bukan dari orang yang memiliki popularitas tinggi. Atau orang yang dikenal di tengah-tengah masyarakat, dengan harta dan sebagainya," ujar Habib Umar bin Hafidz.