Karena itu menjadi ironis, setelah terpilih lantas melupakan kepentingan rakyat.
Lebih mengedepankan kepentingan kerabat, tak sesuai janjinya yang akan mengutamakan kepentingan rakyat.
Jika itu terjadi, maka menjadi realitas yang tak dapat dipungkiri bahwa janji politik sebatas meraih simpati, hanya pemanis bibir belaka.
Bagaikan umpan di kail, setelah dapat ikan, dilempar begitu saja.
Padahal menepati janji tidak hanya akan meningkatkan kadar kepercayaan, tapi juga dapat melanggengkan kekuasaan.
Politisi yang tidak menepati janji jangan harap dapat terpilih lagi pada periode mendatang.
Siapa pun hendaknya memiliki kesadaran diri bahwa tidak memenuhi janji adalah pengkhianatan terhadap diri sendiri.
Karena yang tahu persis mengapa seseorang tidak bisa menepati janji adalah diri sendiri, bukan orang lain, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Kini, rakyat semakin cerdas menelaah mana janji yang masuk akal dan abal-abal.
Misalnya berjanji akan menggratiskan listrik, PBB dan seluruh biaya perawatan di rumah sakit bagi setiap warga, mungkinkah itu dapat terealisasi.
Menjadi renungan bagi kita, haruskah menebar janji untuk meraih simpati.
Bukankah dengan banyaknya janji yang ditebar, tetapi tak satupun ditepati akan menjadikan perih di hati yang sulit terobati.
Ingkar janji, dalam bahasa gaul generasi era kini menyebut PHP-Pemberian Harapan Palsu, bukannya meraih simpati, melainkan antipati. Meruntuhkan kepercayaan.