DEPOK, POSKOTA.CO.ID - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI mengundang tiga bakal calon presiden (Bacapres) untuk melakukan debat di lingkungan kampus.
Aksi BEM UI ini sekaligus menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan kampanye dilakukan di tempat fasilitas pemerintah dan pendidikan dengan sejumlah syarat. Tentunya dalam hal ini mahasiswa Universitas Indonesia (UI) sangat menyambut baik putusan tersebut.
Menurut Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang, aksi undang ketiga bacapres dilakukan karena melihat banyak kampanye saat ini yang dinilai sangat membosankan.
Ini dinilai karena minim substansi dan banyak kampanye hanya dihiasi lip service semata, ditambah permaianam identitas serta pencitraan yang dianggap tidak perlu.
"Kalau memang punya nyali, BEM UI mengundang para calon presiden atau bakal calon presiden untuk hadir ke UI karena kami siap untuk menguliti semua isi pikiran kalian," kata Melki Sedek, Selasa 22 Agustus 2023.
Menurut Melki, pihaknya siap menyampaikan aspirasi dan mendebat seluruh argumen para calon presiden.
"Kami tidak mau masa depan bangsa ini digantungkan pada calon pemimpin yang hanya berfokus pada kampanye, pencitraan, dan lip service tak bermutu. Kami butuh pemimpin yang cerdas dan berpihak untuk rakyat banyak," ungkapnya.
Selain itu BEM UI beranggapan, celah unjuk kebolehan para calon pemimpin ke kampus harus benar-benar dimanfaatkan.
Karena menurut Melki tiga calon pemimpin ini dapat diuji secara kapasitas dan substansinya di dalam kampus secara serius. "Jika hanya sekedar jualan pencitraan dan kampanye tidak bermutu," lugas Melki.
Dengan demikian, lanjut Melki, sudah saatnya kampus kembali ke marwahnya mencari kebenaran guna sebesar-besarnya demi kemaslahatan bangsa.
Selain itu, menurut Melki, putusan MK ini adalah sebuah terobosan, ketimbang kampus hanya dimanfaatkan sebagai "Ladang cari muka para pimpinan kampus dan ladang main mata kaum intelektual dan politisi."
"Dalam institusi pendidikan tentu harus menunjukan kebolehan untuk dapat mengundang para calon pemimpin harus digunakan untuk menguji substansi dan isi otak tiap calon pemimpin," tambahnya.
Perlu diketahui, MK telah mengizinkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan selama tidak menggunakan atribut kampanye, tertuang dalam Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Selasa (15/8/2023).
Dalam perkara itu, dua orang pemohon, Handrey Mantiri dan Ong Yenni, menilai ada inkonsistensi aturan terkait aturan itu dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Larangan kampanye di tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah tercantum tanpa syarat dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h.
Namun, pada bagian penjelasan, tercantum kelonggaran yang berbunyi,
“Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.”
Dalam amar putusannya, MK mengatakan bagian Penjelasan itu tidak berkekuatan hukum mengikat karena menciptakan ambiguitas. Dalam hal ini jika pengecualian itu diperlukan, maka seharusnya ia tidak diletakkan di bagian penjelasan. Sebagai gantinya, pengecualian itu dimasukkan ke norma pokok Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu, kecuali frasa "tempat ibadah".
"Sehingga Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu selengkapnya berbunyi, '(peserta pemilu dilarang, red.) menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu'," isi dalam putusan itu.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai bahwa pengecualian tersebut sudah diatur sejak UU Pemilu terdahulu.
Lantas, mengapa tempat ibadah tetap tidak diberikan pengecualian sebagai tempat kampanye meski atas undangan pengelola dan tanpa atribut kampanye?
"Larangan untuk melakukan kegiatan kampanye pemilu di tempat ibadah menjadi salah satu upaya untuk mengarahkan masyarakat menuju kondisi kehidupan politik yang ideal sesuai dengan nilai ketuhanan berdasarkan Pancasila di tengah kuatnya arus informasi dan perkembangan teknologi secara global," tutup putusan tersebut yang langsung disambut oleh BEM UI.