Lain halnya dengan anggota TNI dan Polri yang tidak mempunyai hak pilih. Tidak punya kepentingan politik, yang ada kepentingan politik keamanan, menjaga stabilitas keamanan demi kelancaran pemilu.
Tetapi apapun profesi kita, siapa pun dia wajib menjaga kondusifitas demi mewujudkan pemilu yang demokratis, jujur dan adil, tertib, aman dan damai. Pemilu yang membawa kemajuan bagi bangsa dan negara dengan terpilihnya pemimpin yang terbaik.
Netralitas, jujur dan adil, tanpa kecurangan akan membawa kepada pemilu yang bermartabat,semakin mengokohkan persatuan dan kesatuan bangsa, bukan menyisakan keterbelahan, polarisasi dan perselisihan yang dapat mengganggu stabilitas politik maupun stabilitas ekonomi di kemudian hari.
Kita paham betul, stabilitas politik merupakan prasyarat bagi terwujudnya pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, sementara kesejahteraan akan menjamin adanya stabilitas nasional.
Di sisi lain, stabilitas ekonomi dan politik, juga merupakan faktor yang perlu diperhatikan agar keberlangsungan pembangunan demi mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran berproses mencapai tujuan.
Yuk kita songsong pemilu dengan penuh kecerian untuk membangun bangsa ke depan lebih baik lagi, lebih hebat lagi, lebih disegani dunia. Singkirkan keberpihakan dari para penyelenggara dan pengawas pemilu serta aparatur negara di semua tingkatan dalam mengawal pesta demokrasi.
Netralitas tentu bukan sebatas di atas kertas, bukan kata –kata yang terucap tanpa bekas. Netralitas bukan hanya rutin dibahas, tetapi tak pernah tuntas.Bukan pula acap dikaji, tetapi jauh dari realisasi.
Yang diperlukan adalah keteladanan para elite politik, tidak sebatas menyerukan netralitas dalam pemilu, tetapi jauh dari perilaku. Karenanya sangat mendasar “satunya kata dengan perbuatan” untuk diterapkan dalam kehidupan sehari – hari. Senyawa antara kata dan perbuatan seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Boleh jadi semua orang pandai bicara, retorika penuh kharisma membahas netralitas, tapi jika perbuatannya tak sejalan dengan ucapannya, sama halnya mencela diri sendiri.
Bagaikan pepatah “Kakehan gludhug, kurang udan” - yang artinya kakehan gludhug = banyak guruh, kurang udan = sedikit hujan. Jika diterjemahkan secara bebas adalah “Banyak bicara tanpa kenyataan.“ Omong gede outputnya kurang. (Azisoko)