Mimpi Kita

Senin 26 Jun 2023, 10:11 WIB

“Sama – sama meyakini kebenaran atas pilihannya adalah dinamika demokrasi, tetapi tidak lantas menistakan dan merendahkan pilihan mereka yang berbeda karena hal yang demikian akan menyisakan konflik dan perselisihan yang berkepanjangan.”
 
Sering dikatakan mimpi itu bunga tidur, karena begitu terbangun tidak ingat lagi apa yang telah terjadi dalam mimpinya itu. Tidak bisa menceritakan kembali secara runut, runtut dan urut.

Tetapi ada juga yang mengatakan, meski mimpi itu bunga tidur, bisa menjadi sebuah pertanda (baik dan buruk). Itulah sebabnya, muncul istilah tafsir atas mimpi yang dialami seseorang di saat tidur.

Lain halnya, jika seseorang berangan – angan  tidak karuan, mempunyai kehendak  atau cita – cita yang sangat berlebihan, di luar nalar, acap disebut sedang bermimpi.

Menjadi pertanyaan, apakah mimpi bisa menjadi kenyataan? Jawabnya bisa, lebih – lebih di dunia politik, yang tidak mungkin pun bisa menjadi mungkin.
Lawan bisa menjadi kawan, kawan pun bisa berbalik menjadi lawan. Tak ada yang abadi, yang ada kepentingan yang abadi.

Beragam kepentingan itulah yang kini juga ikut mewarnai dinamika politik jelang pemilu.Kepentingan partai untuk memenangkan capres yang diusungnya, kepentingan partai agar melewati ambang batas parlemen, kepentingan para kader partai untuk menggolkan dirinya sebagai wakil rakyat. Belum lagi para kandidat yang akan berlaga dalam pilpres.

Semua yang dituju adalah meraih kemenangan untuk memperoleh kekuasaan, baik di eksekutif maupun legislatif. Itulah sebabnya, parpol peserta pemilu berkeinginan menang dalam pilpres, menang juga dalam pileg setidaknya memperoleh suara di atas 20 persen.

Tujuannya agar lima tahun ke depan, tak hanya menguasai kekuasaan eksekutif, dengan dukungan parpol koalisi pendukung pemerintahan, juga dapat mengajukan sendiri paslon capres – cawapresnya, tanpa membangun koalisi. Memiliki nilai tawar tinggi pada pemilu dan pilpres 2029.

Keinginan seperti ini adalah sah dan wajar – wajar. Bukanlah mimpi, kalau dikatakan mimpi adalah mimpi politik bagi semua partai politik peserta pemilu.

Yang tidak wajar, jika untuk meraih itu semua dengan menghalalkan segala cara. Menerabas aturan main, mengabaikan rambu – rambu pemilu yang bersendikan kejujuran dan keadilan.  

Menjegal lawan untuk memuluskan jalan dengan cara – cara yang tidak bermartabat, bertentangan dengan jati diri bangsa sebagaimana tercermin dalam nilai – nilai luhur Pancasila. Misalnya, dengan kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki memaksakan kehendaknya kepada orang lain.

Beragam cara, tanpa etika dan norma, dilakukan guna melemahkan, meminggirkan, bila perlu menghancurkan posisi lawan sehingga tidak lagi mampu berkompetisi. Kalah sebelum bertanding.

Kian memprihatinkan, jika kekuasaan yang diraihnya melalui kemenangan yang dilakukan dengan menghalalkan segala cara itu, pada kemudian hari diselewengkan. Dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, kerabatnya, koleganya, partainya, serta pendukungnya.

Kita berharap dan meyakini kondisi memprihatinkan seperti disebutkan tadi tidak akan terjadi.

Rakyat berprasangka baik, siapa pun pemimpin yang terpilih kelak adalah pemimpin bangsa Indonesia, seluruh lapisan masyarakat, tanpa terkecuali. Tanpa membedakan latar belakang suku, agama, golongan, kedaerahan, partai politik, pilihan dan dukungan.

Keberagaman adalah keniscayaan, tetapi kita harus bisa menerima dan melayani tanpa pandang bulu. Diibaratkan, kita ini, adalah anggota – anggota yang berbeda dalam satu tubuh, yaitu Indonesia.Sakit yang dirasakan bagian tubuh yang satu, maka akan dirasakan yang lainnya.

Bagaikan kereta api, meski beda gerbong, tetapi tujuan yang hendak dicapai adalah sama.Dalam konteks, pemilu, demi memajukan bangsa dan negara. Memakmurkan dan mensejahterakan rakyatnya.

Itu mimpi kita, harapan kita, harapan seluruh rakyat Indonesia.Tentu, termasuk harapan para elite politik negeri ini.

Menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden, serta wakil rakyat di pusat maupun daerah, perbedaan yang menjurus ke pertentangan sesama anak bangsa, akibat beda pilihan, tidak terhindarkan.

Sama – sama meyakini kebenaran atas pilihannya adalah dinamika demokrasi, tetapi tidak lantas menistakan dan merendahkan pilihan mereka yang berbeda karena hal yang demikian akan menyisakan konflik dan perselisihan yang berkepanjangan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Pilpres dan pileg hendaknya menjadi tahapan untuk mencapai kebersamaan dalam membangun Indonesia masa depan. Kita harus melewati tahapan itu untuk memulai hidup baru, dengan pemerintahan yang baru, dengan semangat baru membangun kemajuan, Indonesia maju dan jaya. (Azisoko).
 

News Update