Diakui Akmal, yayasan PSSI dibentuk pada tahun 1983 oleh Ketua Umum PSSI saat itu Kardono, namun periode kepengurusan selanjutnya yayasan tersebut tak berfungsi hingga kembali dibentuk lagi oleh Erick Thohir.
Matinya yayasan PSSI di periode sebelum-sebelumnya karena tidak ada kepedulian dari pemimpin di PSSI, dimana mereka hanya mementingkan kelompoknya dan bisnis pribadi yang menguntungkan diri sendiri tanpa melihat jasa orang lain kepada sepak bola Indonesia.
“Problem sepak bola kita kan ada di management tidak bener, bukan cuma masalah yayasan yang tiba-tiba hilang karena memang tidak ada kepedulian. Orang kemudian kemarin mengurus sepak bola itu lebih kepada bagaimana mementingkan kelompok mereka, kepentingan kelompok bisnis, kelompok mafianya sehingga melupakan unsur-unsur sosialnya,” ucapnya.
Lewat yayasan PSSI, Akmal berharap Erick Thohir bisa melanjutkan kepeduliannya kepada para pahlawan sepak bola, baik itu mantan pemain hingga wasit, sebagaimana yang sudah dilakukan olehnya kepada mantan kiper Timnas Indonesia Kurnia Meiga, mengunjungi wasit yang lagi bermasalah di finansial hingga kepedulian kepada para legenda Timnas Indonesia.
“Nah ini kemudian dihidupkan kembali di kepemimpinan Erick Thohir saat ini ya, kita berharap ini bisa menjadi second wind atau angin kedua buat sepak bola kita, dan yayasan ini benar-benar dikelola dengan baik sehingga sistem yang ada saat ini bisa dipakai kedepan,” jelasnya lagi.
Akmal pun menyoroti kebiasaan yang sering dilakukan oleh pengurus PSSI sebelumnya, dimana mereka tidak mampu menciptakan sistem yang baik dalam tubuh PSSI, hingga setiap pergantian ketua PSSI maka berganti pula sistem tersebut.
Oleh sebab itu, dengan adanya sistem yang mulai bagus ini mampu membawa sepak bola Indonesia lebih baik dan bisa menguasai Asia Tenggara hingga Asia secara keseluruhan.
“Yang jadi problem dikata kan tidak pernah membuat sistem sehingga ketika ganti ketua ganti program sehingga kemudian tergantung siapa yang mengelola. Nah kita berharap PSSI saat ini bangun sistem dan siapapun nanti menggantikan sistem itu bisa tetap berjalan seperti FIFA,” bebernya.
“FIFA ketika kemudian pemimpinnya diganti mereka bisa jalan terus karena sistemnya sudah dibangun, ini yang menjadi konsen yang harusnya kepada Ketua Umum PSSI lewat transformasi sepak bola nasional Indonesia, termasuk didalamnya adalah reformasi tata kelola sepak bola Indonesia,” pungkasnya. (Ril)