Oleh Wartawan Poskota Yahya Abdul Hakim
MOBILITAS para politisi mulai dari yang akan mencalonkan menjadi anggota legislatif (caleg) hingga presiden (capres) belakangan ini banyak disibukkan urusan kunjung mengunjungi alias silaturahmi politik.
Mereka mendatangi relasi , pejabat , tokoh agama hingga para petinggi partai dalam rangka mencari partner yang bisa diajak kolaborasi dan berharap koalisi.
Tujuannya untuk menjaring suara dari para pendukung masing masing relasi yang dikunjungi.
Selain itu tentu saja dalam rangka deal deal politik yang diharapkan sesuai dengan misi dari masing masing kedua belah pihak.
Di dunia politik, aktivitas silaturahmi itu kerap disebut dengan istilah manuver. Tidak heran melalui strategi manuver ini seringkali menimbulkan kejutan lantaran penuh dengan ketidakpastian asal kepentingan para politisi ini terpenuhi yang tadinya tidak mungkin menjadi mungkin terjadi.
Itulah bagian dari seni berpolitik dan langkah manuver ini menjadi landasan kuat dalam bermanuver politik demi tercapainya tujuan.
Politisi yang memiliki ‘jam terbang’ tinggi yang mampu bermanuver cantik dengan beragam atraksi yang dikemas lewat cara misalnya jamuan makan malam , kegiatan keagamaan , joging di area publik dan banyak kegiatan lain yang bisa mengundang simpati rakyat sehingga bisa mengerek hasil survei dalam posisi teratas.
Namun sejatinya yang dibutuhkan rakyat khususnya masyarakat di lapisan bawah bukan manuver seperti itu.
Mereka ingin para politisi junjungannya benar benar bermanuver langsung bertemu dan mengetahui permasalahan apa sebenarnya yang sedang terjadi. Lihat dan rasakan langsung penderitaan mereka kemudian carikan solusi agar bisa terlepas dari penderitaan yang dihadapi. (*)