“Dengan kesetaraan dapat memperkokoh kekompakan, memantapkan soliditas dan solidaritas sosial, serta memperkuat persatuan dan kesatuan. Bahkan, bisa dikemas sebagai sarana meningkatkan kesejahteraan sosial,”
-Harmoko-
Demokrasi mengajarkan bahwa rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi. Rakyat pula yang sejatinya menentukan arah perjuangan bangsa, melalui pilpres, pilkada ataupun pemilu, bukan segelintir atau sekelompok orang yang mengaku memiliki kekuasaan.
Siapapun yang terpilih dalam pemilu, bukanlah penguasa tertinggi, tetapi pemegang kewenangan kekuasaan. Dipercaya sebagai pemegang amanah rakyat.
Menjadi sebuah konsekuensi logis, jika pemegang pemilu wajib memegang amanah rakyat guna memakmurkan dan menyejahterakan rakyat, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat sebagaimana cita – cita negeri ini sejak didirikan.
Maknanya kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan untuk semua, bukan dinikmati oleh sebagian masyarakat, bukan pula kerabat dekat.
Itulah cita – cita kemerdekaan yang wajib terus digelorakan, siapapun pemegang kewenangan kekuasaan hasil pemilu mendatang.
Itulah sebabnya, Pemilu serentak 2024, hendaknya menjadi bahan evaluasi bagi kita semua, bagaimana merumuskan masa depan bangsa kita agar lebih baik lagi, lebih maju lagi, lebih mandiri lagi dalam bidang ekonomi, politik dan kebudayaan sebagaimana jati diri bangsa kita.
Rumusan ini hendaknya lebih dipertajam dalam menyiapkan pemerintahan mendatang, bukan fokus kepada siapa pemegang kewenangan kekuasaan nantinya.
Pemilu adalah momen pergantian kekuasaan dari yang sekarang kepada yang akan datang, setidaknya 5 tahun tahun periode mendatang, adalah sebuah fakta sejarah perjalanan bangsa.
Jika kemudian para elite politik dan parpol, secara dini sibuk menyiapkan sosok capres – cawapresnya, tidak terhindarkan karena merekalah yang nantinya akan mengendalikan perjalanan bangsa ke depan.
Ketelitian, kecermatan dalam menyerap aspirasi rakyat sangat diperlukan. Salah pilih bisa berakibat fatal, tak hanya kekalahan yang didapat, juga hilangnya “kekuasaan”.
Figur capres – cawapres memang harus disiapkan. Meski begitu tak kalah pentingnya adalah rumusan perjalanan masa depan bangsa sesuai cita – cita.
Kita berharap elite parpol, tidak memburu figur, tetapi apakah figur dimaksud mampu mengemban amanat rakyat mewujudkan cita – citanya, cita negeri, janji kemerdekaan yang hingga dirasakan masih dalam proses.
Merumuskan perjalanan bangsa ke depan tidak bisa jalan sendiri. Lebih – lebih dengan sistem multi partai seperti sekarang ini, kerja bersama tanpa prasangka menjadi tuntutan.
Bukankah negeri ini berdiri karena adanya kerja bersama tanpa prasangka. Berjuang bersama – sama untuk semua.
Sering diibaratkan duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Jika disarikan peribahasa ini mengajarkan tentang hakikat kesetaraan dan semangat kerja sama tanpa pamrih, tanpa pula melihat latar belakang status.
Dalam konteks kerja sama politik membangun bangsa, dengan meluluhkan ego kekuasaan, ego kekuatan dan ego sosialnya. Jangan merasa dirinya besar, lainnya kecil.
Patut diingat, tanpa yang kecil, dirinya tidak akan menjadi besar. Dirinya menjadi besar karena adanya dukungan dari yang kecil – kecil.
Hendaknya menyingkirkan sikap “adigang, adigung lan adigino” - senantiasa mengandalkan kekuatan, kekuasaan dan kepintarannya- kemampuannya.
Itulah prinsip kerja bersama, apapun namanya, koalisi ataupun kolaborasi, yang harus dilandasi dengan kesetaraan.
Dengan kesetaraan dapat memperkokoh kekompakan, memantapkan soliditas dan solidaritas sosial, serta memperkuat persatuan dan kesatuan. Bahkan, bisa dikemas sebagai sarana meningkatkan kesejahteraan sosial, serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Fakta juga telah membuktikan bahwa kesetaraan sebagai esensi kegotong-royongan mampu merekatkan silaturahmi melalui kerja bersama sesama warga, antar-kelompok, antar-generasi dalam membangun kebersamaan dan keharmonisan.
Kerja bersama yang dilandasi kesetaraan inilah yang sungguh cocok diterapkan pada era sekarang, jelang gelaran pilpres, di tengah situasi negeri kita yang belum benar – benar pulih dari dampak pandemi. Di tengah situasi global yang masih diwarnai awan gelap.
Kita berharap, melalui kerja sama antara parpol, para elite politik yang dilandasi dengan kesetaraan, akan menyingkirkan awan gelap akibat beragam praduga politik yang belum teruji kebenarannya.
Melalui kesetaraan, kita dapat seiring sejalan, tercipta suasana yang serasi, selaras dan senapas dalam perjuangan membawa masa depan bangsa yang lebih cerah, ceria, bahagia dan sejahtera. (Azisoko).