Sebab dalam konteks izin, kembali lagi harus ada surat perintah dari Presiden dan DPR.
"Lah kita sekarang berbicara KST, itu kan tidak ada di dalam undang-undang. Itu tidak ada, itu harus diubah dulu menjadi pemberontak bersenjata," katanya.
Kalau sudah, Presiden dan DPR diminta untuk mempublikasikan pengumuman kepada publik bahwa penyerbuan TNI ke Papua untuk menghadapi pemberontak bersenjata dan bukan KKB.
Karena TNI dinilai sangat tidak mungkin berhadapan dengan kriminal, karena akan dianggap sebagai pelanggaran HAM besar-besaran.
"Kalau Pemerintah sudah melabelkan pemberontak bersenjata, dunia internasional akan melihat bahwa di Indonesia sekarang sedang terjadi konflik bersenjata internal. Jadi bukan menindas, tetapi karena ada pemberontak yang melawan pemerintah yang sah."
"Kalau sudah begitu, kita jangan takut, itu bukan pelanggaran HAM, tetapi menjaga keutuhan wilayah dengan membasmi para pemberontak, karena mereka melanggar atau melawan pemerintah yang sah," katanya.
Berbeda jika TNI saat ini dihadapkan dengan kelompok kriminal bersenjata di Papua. Itu akan menjadi ladang bunuh diri bagi TNI sendiri. Dan terlihat dengan dengan linglungnya tentara sekarang di sana.
"Makanya kalau ada surat perintah Presiden dan DPR sebutkan dan umumkan nomor berapa, dikeluarkan tanggal berapa, ditandatangani tanggal berapa, apa perintahnya, agar jelas tentara menindaknya," kata Soleman soal TNI di Papua.