Kopi pagi Harmoko. Dok Poskota.

Kopi Pagi

Kopi Pagi Harmoko: Saling Peduli

Senin 17 Apr 2023, 07:17 WIB

“Dengan mengembangkan sikap peduli dan saling berbagi akan mendorong rasa persaudaraan dan solidaritas sosial yang tinggi dalam menghadapi berbagai tantangan dan beragam ancaman krisis.”
-Harmoko-
 
Beberapa hari lagi kita memasuki 1 Syawal 1444 H atau Hari Raya Idul Fitri 2023 sering disebut sebagai Lebaran. Kata lebaran sendiri memiliki sejumlah arti, tetapi makna yang dimaksud sama, yakni habis, selesai, wisbar (sudah bubar) atau bakda, melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan.

Kegembiraan terpancar menyambut kemenangan melalui sejumlah kegiatan untuk merayakannya baik yang menyangkut ritual tahunan, maupun kegiatan lainnya yang terkait adat budaya bangsa.

Hanya saja sering diingatkan agar perayaan itu janganlah kebablasan, bukan pula pamer kemewahan di tengah derita orang lain yang sedang dilanda bencana, hidup serba kekurangan karena kemiskinan.

Itulah sebabnya tradisi sungkeman, saling memaafkan dan saling berbagi kepada saudara dan kerabat dekat di saat lebaran, perlu dipertahankan karena didalamnya mengajarkan nilai-nilai kebaikan.Perlu diaktualisasi sebagai filter diri agar berlebaran yang tidak kebablasan.

Begitu juga Idul Fitri sebagai ajang membangun silaturahmi, apakah itu silaturahmi politik, sosial, budaya dan keagamaan hendaknya dilestarikan karena dapat membangun kebersamaan.

Di dalamnya juga mengajarkan di antara kita untuk saling menghargai dan menghormati serta memupuk toleransi, nilai-nilai yang wajib ditumbuh-kembangkan serta diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Hari Raya Idul Fitri sering disimbolkan dengan ketupat (kupat bahasa Jawa) sehingga muncul istilah ketupat lebaran. Di Jawa, dikenal “bakdo kupat”, lebaran ketupat yang berlangsung sepekan atau pada hari ketujuh setelah Idul Fitri.

Pilihan hari ketujuh bukannya tanpa alasan. Agama Islam mengajarkan untuk berpuasa sunah selama 6 hari di bulan Syawal. Jika memulai sehari setelah Idul Fitri, maka di hari ketujuh Syawal selesai-disebut bakdo (lebaran) dengan simbol masak ketupat- dikenal “bakdo ketupat- kupat” hingga saat ini.

Konon, bakdo kupat, untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga sebagai bagian dari strategi syiar Islam di tanah Jawa kala itu. Kita tahu, wali songo menyebarkan agama dengan memasukan unsur budaya lokal (kearifan lokal) agar mudah dicerna, dipahami dan diterima kemudian diamalkan.

Mulai dari proses menganyam janur, memasak, hingga cara saling antar ketupat, dimulai kepada yang lebih tua, kemudian membalas hantaran, semuanya mengandung ajaran kebaikan dalam membangun hubungan antar-manusia.

Tradisi saling antar ketupat, juga upaya membangun ikatan sosial, kekerabatan dan kebersamaan sebagai upaya memantapkan kesatuan dan persatuan bangsa dengan tetap mengacu kepada etika, tata krama dan norma.

Tradisi antar ketupat, dapat mengasah sikap peduli sosial, sebagaimana berbagi rezeki, menyantuni kepada sanak saudara ketika pulang mudik lebaran. Yang berlebih, menyisihkan sebagian kelebihannya kepada mereka yang kurang.

Memberi atau berbagi  merupakan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap kekeluargaan dan suasana kegotong –royongan sebagaimana diamanatkan melalui butir – butir pengamalan Pancasila.

Kita berharap, budaya ini hendaknya tidak diterapkan setahun sekali ( bersamaan dengan lebaran), tetapi setiap kali, setiap saat, di mana saja dan kapan saja.

Yang diperlukan adalah keteladan, lebih – lebih para pejabat negeri baik di tingkat pusat maupun daerah. Sebab, di negara manapun keteladanan pemimpin adalah penting untuk memberi motivasi dan bukti, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Lebih – lebih di era kini, anak muda sekarang lebih membutuhkan model  (contoh bukti), ketimbang orasi tak bergizi. Ketimbang wacana, tanpa aksi nyata.

Dengan mengembangkan sikap peduli, saling berbagi akan mendorong rasa persaudaraan dan solidaritas sosial yang tinggi dalam menghadapi beragam tantangan yang terjadi belakangan ini. Di tengah beragam ancaman krisis pangan, energi dan keuangan akibat ketidakpastian situasi global.

Tentu, keteladanan sikap bukan hanya bagi pejabat negeri, juga kita semua, apapun status sosialnya, tetap sebagai kepala keluarga, di manapun berada.

Bukankah meringankan derita orang lain lebih baik ketimbang menambah penderitaan yang efeknya akan menimpa lingkungan kita juga.

Ulurkan tanganmu kepada mereka yang terjatuh, selagi kamu masih bisa berdiri.Itulah sikap peduli sosial. Kembali kepada ketupat sebagai simbol lebaran, ada yang mengartikan kupat itu kepanjangan dari ngaKu lePat ( mengakui kesalahan).

Apapun artinya, ketupat lazimnya dihidangkan pada hari – hari istimewa, lebaran, dengan lauk yang bersantan, seperti opor ayam.

Tak heran, jika ada pantun Jawa yang disebut “kupat santen” – kulo lepat nyuwun pangapunten. (Saya salah dan khilaf, mohon  maaf). Selamat Hari Raya Idul Fitri 2023. Semoga keberkahan menyertai kita semua. Aamiin. (Azisoko)
 

Tags:
Kopi PagiAzisoko Harmokoketupat lebaranIdul Fitri 2023Uncategorized

Administrator

Reporter

Administrator

Editor