ADVERTISEMENT

Kopi Pagi Harmoko: Tenggang Rasa Tak Sebatas Kata

Senin, 27 Maret 2023 07:00 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Ambisi politik memperoleh kekuasaan, jika perlu dengan menghalalkan segala cara lebih mengemuka, ketimbang tenggang rasa dalam berkompetisi secara sehat, penuh etika dan adab budaya.

Pengalaman telah membuktikan lemahnya sikap tenggang rasa, saling menghargai dan menghormati dalam berkompetisi, menyisakan masyarakat yang terbelah dalam dua kubu utama.

Proses politik Pemilu 2019 bisa menjadi rujukan.

Cukup beralasan, jika para leluhur kita selalu menasehatkan pentingnya sikap tepo seliro.

Para pendiri dan pemimpin negeri ini menempatkan kata tenggang rasa dalam butir-butir pengamalan Pancasila.

Dalam filosofi Jawa menempatkan tepo seliro atau tenggang rasa merupakan salah satu ajaran laku hidup yang penting sebagai modal dasar berhubungan dengan orang lain, bersosialisasi.

Tidak peduli sebanyak apapun titel yang disandang atau sehebat apapun jabatan yang dimiliki dalam institusi dan komunitas apapun, penting bagi masing-masing menjaga perasaan orang lain.

Tidak menyinggung dan melukai hati orang lain, baik dalam ucapan, gerak tubuh (body language) maupun perilaku  yang dipertontonkan di muka umum.

Ironi, jika dalam kontestasi, perasaan benci, menyakiti dan melukai hati orang lain, lawan politiknya seolah diumbar di uang publik.

Makin aneh, jika perilaku semacam itu dipertontonkan oleh elite politik, tokoh penting dan berpengaruh di negeri ini.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT