Kopi Pagi Harmoko: Membumikan Kedaulatan Pangan

Senin 20 Mar 2023, 05:30 WIB

“Ketahanan- kemandirian dan kedaulatan pangan, bukan sebatas tuntutan. Bukan pula sekadar memenuhi kebutuhan, tetapi kewajiban negara untuk memenuhinya sehingga terhindar ketergantungan impor.”
-Harmoko-

Ancaman krisis pangan menghantui dunia, termasuk negeri kita. Bahkan, sejumlah negara sudah terkena dampaknya, akibat seretnya pasokan pangan dari negara lain, di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian. Masih dipenuhi dengan awan gelap. 

Sulit diprediksi kapan awan gelap itu menjadi sirna tergantikan sinar keceriaan guna membangun ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan nasional. Setidaknya ada empat indikator tanda – tanda ancaman krisis pangan.

Pertama, semakin sempitnya lahan pertanian akibat konversi. Kedua, semakin sulitnya mencari lahan baru untuk tanaman pangan. Ketiga, semakin tidak terkendalinya pertumbuhan penduduk. Keempat, semakin berkurangnya jumlah petani.

Ini belum termasuk kepedulian dari semua pihak untuk memakmuran kehidupan para petani, utamanya dari pemegang kebijakan di sektor pertanian dan tanaman pangan.

Terkait pertumbuhan penduduk, analisis demografi memprediksi penduduk dunia mencapai 9,7 miliar pada tahun 2050. 

Sementara populasi penduduk Indonesia saat ini sekitar 275 juta jiwa. Dengan asumsi kecepatan pertumbuhan penduduk sekitar 1,49 persen  per tahun, maka diproyeksikan mencapai 330 juta lebih pada tahun 2050.

Pertambahan penduduk ini tentu akan berdampak kepada laju konversi lahan sawah nasional mencapai sekitar 96 ribu hektar per tahun.

Luas sawah di Jawa saat ini sekitar 8,1 juta hektar, diperkirakan akan tersisa menjadi sekitar 5,1 juta hektar pada tahun 2045, saat negeri kita tercinta ini berusia seratus tahun.

Jika kondisi seperti ini terus berlanjut, produk pangan masih saja adanya ketergantungan dengan lahan – lahan di Pulau Jawa, sementara mencari lahan baru masih menemui banyak kendala, akan menjadi problema tersendiri.

Belum lagi, semakin minimnya generasi muda menjadi petani. Kian tingginya angka urbanisasi, sebagai salah bukti profesi petani semakin tidak diminati kawula muda.

Dapat dikatakan, krisis lahan pertanian akibat konversi,krisis peani karena semakin tidak diminati, akan menjadi kendala tersendiri bagi upaya mewujudkan ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan nasional. 

Ujungnya, impor lagi dan impor lagi, jika terjadi defisit pangan. Kebijakan instan yang selamanya akan terus berjalan, selagi belum adanya kemandirian.

Kita tahu, para pendiri negeri sejak awal telah berpesan kepada generasi penerusnya, siapa pun yang mengelola negeri ini, untuk berdikari secara ekonomi. 

Daulat ekonomi, salah satunya adalah kedaulatan pangan, tak hanya soal komoditas, juga menyangkut kebijakan dalam hal pangan nasional.

Kebijakan pangan, lebih diarahkan kepada meniadakan faktor penyebab, paling tidak segera menyelesaikan apa yang dinamakan krisis lahan dan krisis petani.

Regenerasi petani harus ada pembaruan. Pola lama , cara – cara konvensional, seperti memberlakukan kebijakan dari atas, top down, harus ditinggalkan karena tidak disukai generasi era kini.

Ada baiknya beri ruang mengembangkan ide ikut merumuskan solusi tertintegrasi kedaulatan pangan mulai dari produsen, sistem distribusi, tata niaga hingga konsumen.

Tak kalah pentingnya memberi perhatian khusus bagi para petani, lebih peduli kepada kesejahteraan petani karena merekalah yang menyiapkan makanan pokok bagi ratusan juta orang, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Para petani bisa disebut sebagai “Pahlawan negeri”. Tanpa kerja keras petani kebutuhan pokok dalam negeri sulit terpenuhi.

Ketidak- tersediaan pangan dapat menimbulkan ketidak-stabilan ekonomi yang bisa berdampak kepada terjadinya gejolak sosial dan politik, yang pada gilirannya dapat membahayakan stabilitas nasional, jika kondisi pangan kian kritis.

Sang founding father, Bung Karno pernah berpesan, “ Pangan merupakan soal mati- hidupnya suatu bangsa; apabila kebutuhan pangan rakyat tidak terpenuhi, maka “malapetaka” ; oleh karena itu perlu usaha secara besar – besaran, radikal dan revolusioner..”

Itulah sebabnya, ketahanan- kemandirian dan kedaulatan pangan, bukan sebatas tuntutan. Bukan pula sekadar memenuhi kebutuhan, tetapi kewajiban negara untuk memenuhinya sehingga terhindar ketergantungan impor.

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Memperoleh bahan pangan merupakan hak asasi sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 dalam rangka memberikan penghidupan yang layak bagi manusia.

Mari kita membumikan kedaulatan pangan, demi mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta kejayaan negeri. (Azisoko).
 

News Update