Menurutnya, pelaku kekerasan seksual dalam beberapa kasus terakhir adalah pengasuh dan pimpinan pesantren.
Bahkan tokoh agama yang seharusnya menjadi teladan bagi para santri. Oleh karena itu, diperlukan upaya serius dalam menangani kasus kekerasan seksual di pesantren.
Maka, evaluasi internal pesantren menjadi langkah awal yang perlu dilakukan dari internal pesantren dalam menangani dan mencegah terjadinya kekerasan seksual.
"Evaluasi ini harus dilakukan secara menyeluruh dan berkala, mencakup pemeriksaan latar belakang tenaga pengajar dan staf pesantren, pengawasan kegiatan santri, serta peningkatan kualitas pendidikan seksual bagi santri dan staf pesantren," paparnya.
Selain itu, pesantren juga perlu memiliki mekanisme pengaduan yang jelas dan transparan bagi santri dan orang tua santri yang menjadi korban kekerasan seksual.
Peraturan Menteri Agama nomor 73 tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama dapat menjadi pedoman bagi pesantren dalam menyusun langkah-langkah preventif dan penanganan kasus kekerasan seksual.
Yang lebih penting, tokoh agama juga perlu memberikan pemahaman kepada anak-anak santri tentang pentingnya memberikan perlindungan terbaik kepada teman sebaya dan menjauhkan para santri dari kekerasan seksual.
"Tentu kita semua berharap, jangan sampai bayangan kekerasan seksual yang mengerikan menghalangi orang tua untuk memasukkan anak mereka ke pesantren. Pesantren kita harapkan menjadi benteng moral di tengah penetrasi teknologi kepada anak-anak yang luar biasa saat ini," tegasnya. (Bilal)