Oleh : Guruh Nara Persada, Wartawan Poskota
TERUNGKAPNYA anggaran pembelian mobil dinas berjenis jeep untuk Pj Gubernur DKI dan Ketua DPRD DKI menjadi sorotan.
Pasalnya kabar tersebut beredar di tengah ramainya pemberitaan tetang gaya hidup mewah pejabat yang terungkap pasca penganiayaan Mario Dandy anak pejabat pajak terhadap David yang merupakan anak dari salah satu pengurus pusat GP Ansor.
Dimana gaya hidup mewah pejabat tersebut terungkap dari kekayaan dan hidup mewah keluarga Rafael Alun yang merupakan ayah dari Mario Dandy.
Kasus tersebut mendapat reaksi dari berbagai kalangan termasuk Presiden Jokowi yang mengatakan ‘pertunjukan kemewahan ‘ tersebut membuat rakyat kecewa.
Belum reda pemberitaan tersebut, kini warga Jakarta juga dihebohkan dengan adanya anggaran pengadaan mobil dinas berjenis jeep untuk kedua pejabat tersebut.
Tidak tanggung-tanggung dari data yang diperoleh untuk pembelian fasilitas kendaraan keduanya, anggaran yang tersedot mencapai Rp4,7 miliar untuk pengadaan dua unit mobil jeep itu.
Dengan jumlah besaran anggaran tersebut masing-masing kendaraan dibanderol dengan harga sekitar Rp2,3 miliar.
Harga beli mobil jeep yang diperuntukkan bagi Pj Gubernur DKI dan Ketua DPRD DKI jauh lebih mahal dibanding harga mobil Rubicon yang kerap dipamerkan Mario Dandy.
Untuk diketahui, mobil Jeep Rubicon yang ditunggangi Mario Dandy herganya sekitar Rp1,5 miliar.
Terkait harga ini, Sekda DKI Joko Agus Setyono tidak menampik bila mobil dinas yang rencananya akan dibeli Pemprov DKI Jakarta ini lebih mahal dari Jeep Rubicon.
Adapun nantinya mobil dinas tersebut seluruhnya mobil listrik dengan spesifikasi 4.200 cc.
Hal ini sesuai standar kendaraan dinas perorangan gubernur di seluruh Indonesia yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 7 Tahun 2006 tentang Standardisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah. Standar kendaraan dinas berupa satu unit jip berkapasitas 4.200 cc dan satu unit sedan berkapasitas 3.000 cc.
Namun terlepas dari adanya aturan dan hak untuk pejabat mendapat kendaraan dinas, namun seyogyanya hal ini tidak membuat aparat maupun lembaga pemerintah mati rasa.
Sensitifitas terhadap perasaan masyarakat juga harus menjadi pertimbangan. Terlebih hal itu terjadi di tengah sorotan akan hidup mewahnya kehidupan para pejabat di negeri ini.(*)