Pengantar: Tanggal 1 Maret ditetapkan sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Terkait dengan itu, melalui kolom kopi pagi ini, kami sajikan 3 tulisan berseri, sebagai upaya kian memperkokoh kedaulatan negara. (Azisoko).
“Orientasi nasionalisme tidak hanya ke dalam, melalui penguatan identitas sebagai bangsa, tetapi juga ke luar memproklamirkan jati diri nasional Indonesia, kedaulatan bangsa Indonesia ke segenap penjuru dunia.”
-Harmoko-
Politik adu domba dan menebar kebencian harus ditinggalkan, jika bangsa ini tidak ingin terpecah belah. Sudah semestinya menjadi komitmen para elite negeri ini, lebih – lebih politisi yang hendak berkompetisi dalam pemilu serentak tahun depan. Utamanya, pilpres yang digelar 14 Februari 2024.
Pada pesta demokrasi, pembelahan dukungan adalah keniscayaan, hanya saja beda aspirasi dan pilihan itu jangan lantas mengkristal menjadi jurang pembedaan sikap dan perlakuan.
Sikap saling bermusuhan dengan tidak saling tegur sapa, seolah tidak saling kenal sehingga berusaha membatasi diri menjalin komunikasi dalam kehidupan sehari – hari dengan tetangganya akibat berbeda pilihan, beda parpol dan dukungan.
Jangan pula karena berbeda pilihan, lantas saling membenci dengan menebar keburukan, aib orang yang tidak sehaluan, tidak sejalan, tidak pula satu aspirasi. Sikap ini, tentu tak sesuai dengan jati diri bangsa, nilai – nilai luhur budaya sebagaimana tercermin dalam butir – butir pengamalan Pancasila.
Menjadi tanggung jawab para elite untuk menutup rapat potensi terjadinya pembelahan sosial, dengan setidaknya memberikan pencerahan melalui edukasi politik kepada konstituennya, simpatisannya, pendukungnya bahwa beda pilihan itu adalah aspirasi politik yang harus dihormati satu sama lain.
Saling menghargai pilihan itulah yang hendaknya dikedepankan, bukan selamanya memperdebatkan perbedaan pilihan.
Para elite parpol wajib meneladani untuk menghargai perbedaan, bukan memperuncing karena perbedaan sikap dengan parpol lain, baik dalam pengajuan figur capres dan cawapres.
Jika yang ditebar adalah permusuhan, dapat berdampak buruk bagi kokohnya persatuan dan kesatuan nasional. Lemahnya persatuan bangsa pada gilirannya dapat menjadi ancaman kedaulatan negara kita, NKRI.
Maknanya memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional menjadi tanggung jawab kita bersama. Para elite politik hendaknya ikut menanamkan kesadaran masyarakat, begitu pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan.
Penetapan tanggal 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara sebagaimana ditegaskan Presiden dalam Keppres 2/2022, tidak lepas dari upaya memperkuat kepribadian dan harga diri bangsa yang pantang menyerah, patriotik, rela berkorban, berjiwa nasional dan berwawasan kebangsaan serta memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional.
Itulah sebabnya, segala sesuatu yang berpotensi memecah belah bangsa, harus dicegah. Setiap aktivitas dan gerakan yang dapat memicu perpecahan dan pembelahan harus diakhiri.
Kita tahu, suhu politik kian menghangat. Saling serang pernyataan di antara para petinggi parpol, mulai terbuka, utamanya menyangkut sikap politik parpolnya dalam mengusung paslon capres – cawapres. Bahkan, sudah mulai masuk kepada figur bakal capres yang diusung.
Sikap politik adalah hak setiap parpol yang hendaknya harus dihormati dan dihargai. Mengkritisi sikap politik parpol lain sah – sah saja dalam negara berdemokrasi, tetapi hendaknya tidak meruncing menjadi sebuah pertentangan hingga dapat memicu pembelahan di akar rumput.
Ini perlu filter dengan lebih memperkuat kepribadian dan jati diri bangsa. Jiwa nasionalisme wajib ditumbuhkembangkan.
Kita sadar betul, bahwa nasionalisme sebuah bangsa wajib dirawat dan dijaga.
Nasionalisme yang lemah bisa membuat negara goyah, sebaliknya nasionalisme yang kokoh, membuat negara semakin kuat dan selamat.
Bicara nasionalisme tentunya kita sepakat berkiblat kepada empat konsensus bangsa, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Ini konsensus negeri yang tidak bisa ditawar - tawar lagi.
Oleh sebab itulah muncul slogan " NKRI adalah harga mati!", seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Kita paham betul bahwa nasionalisme terbentuk karena adanya kesamaan budaya, wilayah, cita - cita dan tujuan. Negara kita merdeka karena adanya kesamaan nasib, cita - cita dan tujuan.
Ada kesadaran tinggi untuk menciptakan kemakmuran, keadilan sosial dan kesejahteraan umum bagi rakyat Indonesia. Artinya, nasionalisme merujuk kepada keinginan bersama memajukan bangsa, kepentingan bangsa di atas kepentingan individu dan kelompok apa pun.
Hanya saja, edukasi atau pemahaman soal nasionalisme perlu disesuaikan dengan eranya. Bukan pula mengedepankan doktrin, tetapi menyelaraskan dengan karakter bangsanya, generasinya. Menyesuaikan dengan perubahan, mengingat “Jaman iku owah gingsir” – zaman itu selalu berubah, sehingga perlu senantiasa bersiap mengubah diri dengan situasi, termasuk dalam edukasi soal nasionalisme bangsa.
Begitu pun orientasinya tidak hanya ke dalam, penguatan identitas sebagai bangsa, tetapi juga ke luar memproklamirkan jati diri nasional Indonesia, kedaulatan bangsa Indonesia ke segenap penjuru dunia.
Maknanya, ke dalam memperkuat jati diri, ke luar menghadapi tantangan yang menghadang. Bukan sembunyi menghindari tantangan. (Azisoko).