JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Nasib malang menimpa ayah satu anak bernama Abu Bakar Alexander Emor (37). Niat sepenuh hati ingin bertemu anak semata wayangnya, justru berujung ke penjara.
Abu Bakar di dakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur setelah dilaporkan mantan mertuanya pada 2 Agustus 2021 silam.
Peristiwa yang terjadi di Kelurahan Pondok Kelapa Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur itu bermula saat Abu Bakar datang ke rumah mantan mertuanya dengan niat ingin bertemu sang anak.
Namun upaya bertemu sang anak kandung itu gagal karena tak diperbolehkan.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang yang digelar pada Selasa (21/2/2023) disebutkan mantan istri dan mantan mertua tidak membukakan pintu saat Abu Bakar bertandang.
Saat tiba di rumah mantan istri, pintu rumah dalam keadaan terkunci dari dalam. Saat itu sempat terjadi cekcok hingga Abu Bakar emosi karena sudah kadung rindu dengan sang anak.
"Terdakwa memaksa masuk ke pekarangan rumah dengan cara melompat pagar," kata Jaksa membacakan dakwaan.
Saat berada di pekarangan rumah, terdakwa berteriak memanggil anaknya sambil berjalan menuju ke pintu utama rumah sang mantan istri dan mertua.
Ayah satu anak itu berusaha membuka paksa pintu rumah dengan cara didorong. Hanya saja pintu tak terbuka karena terkunci dari dalam.
Hingga pada dorongan keenam, Abu Bakar berhasil membuka pintu rumah. Ia pun bergegas masuk ke dalam rumah dan mencari anaknya.
Namun saat itu terjadi keribuan antara Abu Bakar dengan mantan istri dan mantan mertuanya. Keributan tersebut bahkan sampai dilerai oleh petugas keamanan setempat.
Abu Bakar kemudian dilaporkan oleh mantan mertuanya yang merasa dirugikan atas 2 daun pintu yang rusak, 1 gagang pintu rusak, 1 gembok rusak, dan 1 rantai rusak.
Jaksa menilai perbuatan Abu Bakar telah memenuhu unsur Pasal 406 ayat 1 KUHP.
Pengacara terdakwa, Aldo Joe menilai dakwaan Jaksa tidak tepat. Ia menilai kasus yang menimpa kliennya itu terlalu dipaksakan.
"Masa hanya karena didorong handlenya oleh kedua tangan kosong menyebabkan daun pintu bisa rusak, memangnya ditendang ataupun menggunakan alat keras, ini jelas rekayasa alat bukti," kata Aldo saat dihubungi, Jumat (24/2/2023).
Kliennya selama ini dihalangi oleh mantan istri dan mantan mertuanya untuk bertemu dengan anak kandungnya.
Padahal, jelas Aldo, sudah kewajiban kliennya sebagai seorang ayah, sepert memberikan nafkah harus tetap dijalankan pasca proses perceraian berlangsung.
"Padahal ada perjanjian klien saya dapat bertemu anaknya (hak asuh bersama," tandasnya.
Aldo berharap Jaksa menempuh jalur Restorative Justice dalam penanganan perkara kasus ini. Hal tersebut juga mengacu pada Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice.
Terlebih, ancaman hukuman Pasal 406 Ayat 1 yang dijerat terdakwa itu maksimal pidana penjara 2 tahun 8 bulan. Terdakwa beriktikad baik untuk berdamai dan siap mengganti kerugian tersebut secara penuh.
Sehingga, hal tersebut layak menjadi pertimbangan pada keadaan yang meringankan dalam pengajuan tuntutan pidana.
“Kami memohon Kajari dan jajarannya agar dapat memfasilitasi restorative justice sebagaimana permohonan yang diharapkan oleh terdakwa dan amanat dari peraturan kejaksaan mengedepankan restorative justice,” terang Aldo. (Pandi)