Oleh: Ilham Syahputra Tanjung, Wartawan Poskota
KEJAHATAN jalanan (street crime) di tahun 2022 semakin menunjukkan tajinya sebagai raja jalanan. Boleh dibilang tahun ini merupakan tahun kejahatan jalanan “Begal” melakukan aksinya menyasar pengguna jalan terutama di malam hingga pagi hari di wilayah Jadetabek.
Karena itu, jumlah kasus kejahatan jalanan di tahun 2022 ini diperkirakan meningkat seiring kelonggaran pembatasan masyarakat di luar rumah. Pasalnya, di tahun 2021 angka tindak pidana mencapai 30. 124 kasus, termasuk pencurian dengan pemberatan (curat) 1.419 kasus meski dalam suasana Covid-19.
Salah satu yang menjadi indikator marak kejahatan jalanan tahun ini, adalah hampir setiap hari terutama akhir pekan pengguna jalan kerap jadi korban penganiayaan.
Sekelompok remaja bebas gentayang menenteng berbagai senjata tajam sambil naik motor. Aksi ini bisa dilihat dari unggahan masyarakat di sosmed hingga viral.
Begal ini tidak hanya mengincar warga beraktivitas di jalan raya, akan tetapi sudah menyasar pedagang berjualan hingga masuk ke perumahan warga. Dengan beringas mereka menganiaya lalu menggasak barang berharga korban. Jika ada yang menghalangi dibacok. Kasus ini sudah sangat mengkhawatirkan dan masyarakat ketakutan.
Dimana polisi, kemana petugas pelayan, pengayom dan pelindung masyarakat ? Apa mungkin pelindung masyarakat akan bisa maksimal menangani kasus kejahatan jalanan, jika kesalahan diri sendiri tidak terlihat meskipun besar, namun kesalahan orang lain terlihat jelas meskipun kecil.
Perlu diketahui terungkapnya berbagai macam kasus kejahatan jalanan selama ini oleh kepolisian tidak terlepas dari peran masyarakat lewat sosial media (sosmed) karena telah membuat kasus-nya menjadi viral.
Dampaknya, masyarakat kini lebih percaya dan mudah menyampaikan keluhan dan laporannya lewat medsos karena akan mendapat respon cepat pihak kepolisian, jika dibandingkan laporan masyarakat ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK).
Bahkan belakang kembali marak sebagian masyarakat menghakimi begal yang tertangkap. Tidak itu saja sejumlah aparat di lapangan juga ikut terlibat menghakimi begal karena begitu sadisnya melukai warga, seperti kasus begal di Jakarta Utara.
Kemana fungsi Unit Reserse Mobile (Resmob) serta Unit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) yang selama ini ditakuti penjahat jalanan ? Apa satuan elit kriminal polisi ini sudah menjadi polisi humanis dan takut melanggar HAM ?
Polri harus segera berbenah, jangan karena takut melanggar HAM polri tidak berani bertindak tegas terhadap pelaku kejahatan jalanan yang sudah meresahkan. Polisi memiliki fungsi diskresi, gunakan itu dengan baik. Lakukan dengan segera jika peran semua elemen potensi di masyarakat sudah tidak berjalan.
Polri adalah pelindung masyarakat, tunjukkan tajimu di depan pelaku kejahatan jalanan. Sudah banyak korban luka dan nyawa melayang sia-sia. Saatnya Kapolri menginstruksikan sikat begal yang meresahkan. Yakin-lah. Itu akan mendapat simpati dari masyarakat. ***