Jadul menambahkan, ada banyak agenda yang akan dibahas dalam Rakernas dan Temu Nasional, satu di antaranya adalah fikih kebudayaan demi pemajuan kebudayaan.
Kita tahu, peran Nahdlatul Ulama dalam sejarah Indonesia berangkat dari mekanisme pengambilan keputusan dalam Islam yang mengatur tugas dan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam, yaitu ushul fiqh atau teori hukum Islam yang komprehensif dengan menimbang sumber sakral, sosio-kultural, ekonomi, dan politik demi mencapai kemaslahatan yang sebanyak-banyaknya dan risiko sekecil-kecilnya bagi umat manusia dan lingkungan yang dihuni.
”Pembahasan ini tentu merangkul sejumlah ahli yang kompeten dalam bidang agama, seni, dan kebudayaan secara luas demi menghasilkan visi yang arif, luas, dan maslahat bagi umat manusia dan khususnya bangsa Indonesia,” kata Jadul.
Menurut Sekretaris Lesbumi PBNU Inaya Wulandari Wahid, praktik marginalisasi kebudayaan tersebut bukan hanya fenomena nasional namun global.
"Dalam Temu Nasional Seniman Budayawan NU 2022, pemajuan kebudayaan akan menjadi semangat utama untuk melakukan akselerasi agar kebudayaan bisa mendapat tempat yang layak dalam agenda strategis nasional. Oleh karena itu, kami akan membahas berbagai topik
secara seksama demi menghasilkan rumusan yang menjawab berbagai tantangan mutakhir di bidang kebudayaan,” tegas Inaya. (*/mia)