Kelompok di luar agama ini, menyebut praktik ini sebagai tindakan percobaan bunuh diri.
Santhara sempat ditentang Pengadilan Rajasthan Utara, karena dinilai ibadah tidak penting, sehingga siapapun yang menjalankan atau membantu praktik puasa ini akan dimintai pertanggungjawaban, hingga terancam pidana.
Namun hingga akhir 2015, Mahkamah Agung India tetap mengizinkan praktik Santhara bagi pemeluk agama Jain, cabang dari agama Hindu.
Dalam banding ke Mahkamah Agung India tersebut, mengklaim Santhara bukan tindakan mengakhiri hidup seseorang, tapi dianggap sebagai proses pemurnian spiritual secara sadar.
Mereka juga menjelaskan perbedaan bunuh diri dan Santhara.
Dikatakan bahwa bunuh diri adalah tindakan emosional dan cenderung impulsif. Sedangkan ritual puasa di atas ranjang kematian ini cenderung rasional dan sukarela.
Pemeluk Jain juga mengatakan tidak ada batas usia untuk menjalankan Santhara, tetapi umumnya dilakukan orang usia lanjut dan sudah lemah.
Namun demikian, pihak kepolisian belum mau buru-buru menyimpulkan apa penyebab maupun motif kematian satu keluarga tersebut, meski sudah menemuin titik terang.
"Ternyata ini kita memperoleh beberapa kemajuan atau titik terang dari penyelidikan ini, salah satunya terkait motif, kita bisa patahkan beberapa motif, kita masih perlu pendalaman lagi," kata Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi kepada wartawan, Rabu (16/11/2022).
Hengki menyebut, dalam mengungkap kasus kematian sekeluarga yang misterius ini, pihaknya menggunakan pola interkolaborasi forensik, diantaranya melibatkan digital forensik, laboratorium forensik, dan Inafis.
"Karena dalam penyelidikan ini, kita harus menentukan sebab kematian dan motif. Kita juga melibatkan apsifor (asosiasi psikologi forensik). Psikologi forensik yang akan mempelajari secara komperhensif terhadap empat jenazah ini," paparnya.
Selain itu, mantan Kapolres Metro Jakarta Barat ini mengatakan, selain tim kedokteran dari forensik RS Polri, pihaknya juga melibatkan ahli dari RSCM dan Universitas Indonesia (UI).