JABAR, POSKOTA.CO.ID - Jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan masih terus menjadi masalah di negeri ini.
Tindakan diskriminatif dan ketidakadilan masih dilakukan negara terhadap umat tertentu masih sering terjadi dan sering tanpa solusi.
Begitu juga tindakan intoleran yang dilakukan warga negara atas kelompok lain masih sulit untuk dibendung.
Salah satu kelompok masyarakat yang sering mengalami perlakuan diskriminasi dan intoleran adalah para penghayat atau penganut agama leluhur.
Akses mereka terhadap pelayanan administrasi publik dan pendidikan di beberapa daerah masih mengalami hambatan yang berat.
Ironisnya praktik itu terjadi meski Putusan Mahkamah Konstitusi No.97/PUU-XIV/2016 telah dengan tegas menyatakan bahwa penganut aliran kepercayaan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan pemeluk enam agama lainnya.
Seiring itu persoalan pelarangan beribadah, pendirian rumah ibadah, ujaran kebencian terhadap agama tertentu, penistaan agama, dan lain-lain makin marak saja muncul di banyak tempat.
Dalam kerangka itulah Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) melaksanakan Seminar Agama-agama (SAA) Ke-37 Tahun 2022 di tengah Komunitas Masyarakat Adat Sunda Wiwitan Cigugur.
Berlokasi di Balai Paseban Tripanca Cigugur Kuningan, Jawa Barat, pada 16 - 19 November 2022 dengan tema "Rekognisi, Pemenuhan, dan Perlindungan Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan bagi Warga Negara."
“SAA ini adalah kegiatan rutin tahun PGI. Pilihan tempat ini dilakukan sebab PGI ingin menyatakan kepedulian dan keberpihakan nyata terhadap persoalan yang dialami komunitas penghayat agama leluhur. Khususnya kepada Komunitas Masyarakat Adat Cigugur yang telah lama mengalami diskriminasi,” ucap Kepala Humas PGI Jeirry Sumampow seperti dikutip dari siaran pers yang diterima.
“PGI juga ingin membangun kesadaran dan kepedulian banyak pihak. Baik kelompok agama, adat, akademisi, peneliti, mahasiswa, pegiat budaya dan pemuda lintas agama terhadap apa yang selama ini dialami kelompok masyarakat penghayat agama leluhur,” lanjut dia.
SAA Ke-37 menghadirkan beberapa tokoh sebagai narasumber. Seperti Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama Dr. Wawan Junaedi, Ketua Umum PGI Pendeta Gomar Gultom, Nia Sjarifuddin dari Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), Wawan Gunawan dari Jakatarub Bandung, Engkus Ruswana dari Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Husni Mubarak dari PUSAD Paramadina, Samsul Ma'arif dari CRCS UGM, Asfinawati dari YLBHI, Komisioner Komnas Perempuan Dewi Kanti, dan lain-lain.
Pembukaan kegiatan dilakukan pada Rabu malam (16/11/2022). Dihadiri pihak Kementerian Agama, para pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kuningan, tokoh lintas agama, dan para pimpinan gereja.
Materi-materi studi juga akan bergelut dengan problematika diskriminasi dan intoleran. Khusus kelompok masyarakat penghayat agama leluhur.
Diharapkan akan muncul gagasan-gagasan baik bagi upaya untuk memutus tindakan diskriminasi dan intoleran yang selama ini sudah terjadi.
Gagasan-gagasan ini akan disampaikan secara terbuka kepada publik. Termasuk kepada Pemerintah untuk menjadi masukan acuan bagi pengelolaan keberagaman.
PGI menyadari bahwa pengelolaan kehidupan beragama di negeri ini bukan perkara mudah. Tetapi hal buruk itu tak boleh dibiarkan berlangsung terus dan makin memburuk.
“PGI berharap Pemerintah mendengar dan secara sungguh bersikap dan bertindak,” pungkas Jeirry Sumampow. ***