JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, angkat suara terkait dengan tindakan Makhamah Agung (MA) yang melibatkan unsur militer dalam upaya penguatan pengamanan di institusi yang dipimpin oleh Syarifuddin itu.
Pengacara Publik LBH Jakarta, Teo Reffelsen mengatakan, pelibatan militer tanpa urgensi yang jelas dalam pengamanan di MA jelas merupakan kebijakan yang kacau.
"MA seolah tak paham hal tersebut bertentangan dengan tugas pokok dan fungsi TNI dalam Undang-Undang (UU)," kata Teo dalam keterangannya, Selasa (15/11/2022).
"Pengamanan Mahkamah Agung dengan melibatkan Prajurit TNI tanpa urgensi yang jelas merupakan kebijakan yang kacau," sambung dia.
Menurut Teo, kebijakan untuk melibatkan unsur miluter dalam pengamanan di MA, sebetulnya juga pernah dilakukan. Namun, tentunya regulasi tersebut harus dicabut dan dibatalkan demi kemajuan TNI yang lebih profesional.
"Kebijakan serupa pernah dilakukan MA untuk pengamanan sidang tertentu melalui Perma 5/2020. Hal tersebut harus dicabut dan dibatalkan. Masyarakat ingin TNI lebih profesional, dan lembaga yudisial yang independen serta akuntabel, bukan sebaliknya," tutur dia.
Untuk diketahui, Juru Bicara MA sekaligus Wakil Ketua MA, Andi Samsan Nganro menyampaikan, bahwa institusinya akan memperkuat pengamanan mereka dengan melibatkan militer.
Menurut Andi, pelibatan tersebut dilakukan karena menurut pengamatan pihaknya, pengamanan yang selama ini dilaksanakan oleh pengamanan internal MA belum memadai.
"Memang beberapa waktu lalu MA mengadakan evaluasi tentang pengamanan yang selama ini dilaksanakan oleh pengamanan internal MA, dengan dibantu oleh seorang kepala pengamanan dari TNI/militer. Karena menurut pengamatan belum memadai, sehingga perlu ditingkatkan. Maka atas alasan itu, diputuskan untuk meningkatkan pengamanan dengan mengambil personil TNI/militer dari pengadilan militer," kata Andi.
Respons KPK Dalam Pengusutan Kasus
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi yang tengah melakukan pengusutan terkait kasus dugaan suap penanganan perjara di MA, yang menjerat Hakim Agung menyatakan, bahwa penguatan pengamanan di MA ini diyakini bukan karena aktivitas penindakan yang dilakukan oleh KPK.
"KPK dalam melakukan pengumpulan bukti tentu dengan berbagi strategi di antaranya melalui upaya paksa penggeledahan dan tindakan KPK tersebut secara hukum dibenarkan sebagaimana ketentuan UU maupun hukum acara pidana yang berlaku," kata Ali dalam keterangannya.
"Sehingga kami meyakini kebijakan tersebut tentu tidak ada kaitannya dengan kegiatan KPK beberapa waktu yang lalu di Gedung MA," sambung dia.
Adapun, KPK telah dua kali melakukan giat penggeledahan di Gedung MA, yakni menggeledah ruangan Sekretaris MA, Hasbi Hasan dan beberapa ruangan Hakim Agung.
"Termasuk ruangan Ketua Kamar Pembinaan, Hakim Agung Kamar Perdata, Sudrajad, dan Hakim Agung Kamar Pidana," ucapnya.
"Bila ditemukan alat bukti yang cukup, dan ada pihak yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, pasti KPK tindak lanjuti dengan menetapkan pihak tersebut sebagai tersangka," pungkas Ali. (Adam).