JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menjelaskan, reformasi subsidi energi dan BBM mendesak dilakukan.
Selain untuk keadilan ekonomi, reformasi subsidi juga untuk kepentingan ekologis.
Tulus melihat penggunaan kendaraan pribadi roda dua dan empat sangat dominan sehingga sangat berperan dalam pencemaran udara terutama di Kota Jakarta.
"Jakarta jadi kota yang sering diklaim terpolusi di Indonesia bahkan dunia, dan menjadi tidak adil secara ekologis karena dampak penggunaan bahan bakar itu sangat tinggi," papar Tulus Abadi, dalam Talkshow Ruang Publik KBR, Kamis, (10/11/2022).
Tak hanya itu, menurut Tulus, dampak penggunaan bahan bakar yang cukup tinggi bisa diminimalisir dengan beberapa cara.
Salah satunya menambah moda transportasi massa yang mumpuni di wilayah Ibu Kota.
"Pihak terkait mungkin bisa menambah armada maupun jalur transportasi tersebut. Sekarang kan sudah ada transjakarta, KRL maupun MRT. Kalau itu diprioritaskan maka kondisi udara di Jakarta bisa lebih baik," tambah Tulus.
Selain itu, Tulus menyebutkan pola pikir masyarakat juga harus diubah.
Menurutnya, saat ini masyarakat lebih banyak menggunakan bahan bakar dengan kadar RON 89 atau 90 yang notabene mempunyai hasil pembuangan kurang baik bagi lingkungan.
Misalnya yang sering menggunakan Pertalite coba naik menjadi Pertamax yang kualitasnya lebih baik.
"Tapi kan sekarang ini, banyak orang kaya berkecukupan malah menggunakan bahan bakar bersubsidi padahal imbasnya tidak baik bagi lingkungan," jelas Tulus.
Terkait reformasi subsidi energi dan bahan bakar minyak dirasa perlu dilakukan. Sebab, selama ini tidak tepat sasaran.
Terlebih, subsidi energi adalah hak masyarakat dan dijamin dalam Undang-undang (UU).
“Hak atas subsidi energi adalah masyarakat tidak mampu alias masyarakat miskin. Namun faktanya masyarakat kaya jauh lebih menikmati subsidi energi,” kata Tulus.